Biaya untuk melintasi Selat Inggris bervariasi menurut jaringan penyelundup, antara 3.000 hingga 7.000 euro (Rp47 juta – Rp111 juta), meski kabarnya terdapat diskon.
Ongkos itu seringkali termasuk biaya sewa tenda jangka pendek di bukit pasir berangin di Prancis utara dan makanan yang dimasak di tengah hujan yang turun selama lebih dari setengah bulan selama November di daerah Calais. Terkadang, juga untuk jaket pelampung dan bahan bakar motor perahu yang ditumpangi.
Mereka yang mengumpulkan ongkos – hingga 300.000 euro (sekitar Rp4,7 miliar) per perahu yang berhasil melintasi selat – bukanlah orang-orang yang ditangkap dalam penggerebekan berkala di sepanjang garis pantai. Mereka disebut polisi Prancis sebagai “tangan-tangan kecil."
Kini, pihak berwenang Prancis berharap bisa menyelidiki kasus penyelundupan migran itu ke rantai komando yang lebih tinggi. Penyelidikan yudisial Prancis atas tenggelamnya perahu yang menewaskan 27 orang pada Rabu (24/11) telah diserahkan kepada jaksa yang bermarkas di Paris, yang memiliki spesialisasi dalam bidang kejahatan terorganisir.
Untuk menyebrangi Selat Dover sepanjang 33 kilometer, titik tersempit dari Selat Inggris, perahu-perahu karet yang biasanya mengangkut para migran harus mengarungi perairan dingin dan melewati kapal-kapal kargo. Per 17 November 2021, 23.000 orang berhasil menyebrang, menurut Kantor Dalam Negeri Inggris. Prancis mencegat 19.000 orang lainnya.
Kelompok-kelompok penyelundupan manusia tahun ini sekurang-kurangnya telah mengantongi pendapatan bersih senilai 69 juta euro (sekitar Rp1,1 triliun) dari jasa penyeberangan, atau 2 juta euro (sekitar Rp31,9 miliar) per kilometer.
“Praktik ini menjadi sangat menguntungkan bagi para penjahat sehingga akan membutuhkan upaya yang luar biasa untuk mengubahnya,” kata Dan O’Mahoney dari Kantor Dalam Negeri Inggris kepada parlemen pada 17 November lalu.
Era Keemasan Penyelundup Manusia
Di Tengah pandemi virus corona dan Brexit, “ini adalah era keemasan bagi para penyelundup dan kejahatan terorganisasi karena negara-negara berada dalam kekacauan,” ujar Mimi Vu, pakar migrasi Vietnam yang rutin menghabiskan waktu di kamp-kamp di Prancis utara.
“Bayangkan ini layaknya perusahaan pengapalan dan logistik,” kata Vu.
Perjalanan melalui Eropa tengah dapat menelan biaya sekitar 4.000 euro (Rp63 juta), menurut pihak berwenang Austria. Pada Sabtu (27/11), pihak berwenang Austria mengumumkan penangkapan 15 orang yang diduga menyelundupkan migran Suriah, Lebanon dan Mesir dengan mobil van yang berisi 12 hingga 15 orang ke negara tersebut. Para tersangka mengangkut lebih dari 700 orang dengan total biaya lebih dari 2,5 juta euro (sekitar Rp39,9 miliar), kata polisi. Dalam jaringan itu, para migran tengah menuju Jerman.
Para tersangka penyelundupan berasal dari Moldova, Ukraina dan Uzbekistan. Mereka direkrut di negara masing-masing melalui iklan media sosial yang menawarkan pekerjaan sebagai sopir dengan gaji 2.000-3.000 euro (Rp31 juta – Rp47 juta) per bulan.
Mereka yang menangani ruas terakhir perjalanan pada dasarnya hanya melakukan ‘pengiriman’ terakhir. Jika tertangkap, peran mereka bisa digantikan orang lain, kata Vu.
Frontex, badan perbatasan Eropa, menegaskan hal itu dalam laporan risiko tahun 2021 yang menggambarkan para pemimpin operasi sebagai manajer yang “mampu mengatur bisnis kriminal dari jarak jauh, sementara mengekspos penjahat kelas rendah yang terlibat dalam proses transportasi dan logistik ke dalam deteksi penegak hukum.”
Rantai itu bermula dari negara asal, biasanya dengan harga yang telah disepakati dan diatur melalui media sosial. Biaya itu cenderung berubah di perjalanan, namun sebagian besar bersedia membayar lebih saat tujuan mereka semakin dekat, kata Vu. [rdft]