Pengadilan Negeri Sorong menyidangkan terdakwa Abraham Fatemte dalam kasus penyerangan yang menewaskan empat anggota Koramil Kisor, Maybrat, Papua Barat, tewas. Dalam proses persidangan, para saksi kunci dalam kasus ini menyatakan mencabut keterangan mereka dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disusun polisi.
Yohanis Mambrasar pengacara Fatemte kepada VOA menyebut pencabutan keterangan para saksi ini menjadi bukti, bahwa kliennya adalah korban salah tangkap.
“Mereka bilang, mereka melakukan BAP waktu itu karena dipaksa, disiksa oleh kepolisian pada saat pemeriksaan itu. Mereka cabut semua keterangnnya. Ini membuktikan, menerangkan, bahwa dia korban salah tangkap,” ujar Yohanis.
Bagaimana Penyerangan Terjadi
Fatemte adalah satu dari sepuluh orang yang ditangkap aparat keamanan, pasca penyerangan Pos Koramil Kisor di Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat. Penyerangan itu terjadi pada 2 September 2021 pukul 03.00 WIT. Pelaku penyerangan diduga melibatkan sekitar 50 anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) di bawah pimpinan Goliath Tabuni. Dalam sebuah pernyataan resminya, juru bicara TPNPB Sebby Sambom mengakui penyerangan direncanakan dan diperintahkan oleh Panglima Kodap IV, Sorong Raya.
Empat prajurit TNI tewas dalam peristiwa itu. Mereka adalah Lettu Chb Dirman (Danposramil), Serda Ambrosius, Praka Dirham dan Pratu Zul Ansari.
Aparat keamanan berhasil menangkap sepuluh orang yang diduga turut dalam penyerangan itu pada kesempatan berbeda. Dari sepuluh orang itu, terdapat satu anak di bawah umur yang kemudian dihukum delapan tahun penjara dalam persidangan terpisah pada Desember 2021 di Sorong. Enam pelaku lain, disidangkan di Pengadilan Negeri Makassar, dan menerima vonis 18 serta 20 tahun, pada 31 Mei 2022.
Dari tiga terdakwa tersisa, satu orang meninggal dalam proses peradilan. Dua terdakwa terakhir adalah Melkias Ky dan Abraham Fatemte. Melkias telah divonis 20 tahun penjara pada 3 Februari 2023 di PN Sorong. Sementara Fatemte, terdakwa terakhir masih menjalani proses persidangan.
Menurut Yohanis Mambrasar, Melkias maupun Fatemte adalah korban salah tangkap yang seharusnya tidak dihukum dalam kasus ini.
Pembelaan Pengacara
Yohanis Mambrasar, yang mendampingi Melkias dan Fatemte, menyebut seharusnya BAP tidak dijadikan satu-satunya dasar berpijak. Para saksi telah menyatakan mencabut BAP berisi keterangan mereka di depan polisi, karena ada unsur pemaksaan.
“Seharusnya, yang dia gunakan itu adalah kesaksian para saksi yang disampaikan di dalam pengadilan. Itu yang namanya kebenaran persidangan, fakta-fakta persidangan yang benar, yang semestinya harus digunakan,” kata Yohanis.
Faktor lain yang harus diperhatikan dalam kasus ini adalah para saksi. Enam anggota TNI yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus Fetemte, misalnya, hanya mengatakan melihat orang dengan ciri-ciri yang sama, tetapi tidak melihat langsung Fatemte ikut melakukan penyerangan.
Jaksa juga menyebut, ada barang bukti berupa baju sweater berwarna biru putih, dan berwarna abu-abu. Ada juga barang bukti selongsong peluru yang ditemukan di lokasi.
“Semua bukti-buktinya enggak ada ditunjukkan dalam persidangan. Sejak awal, tidak pernah ada satu buktipun disampaikan oleh jaksa. Bukti benda-benda yang digunakan waktu peristiwa,” ujar Yohanis.
Yohanis sepakat bahwa peristiwa penyerangan Pos Koramil Kisor memang terjadi dan empat anggota TNI tewas. Pengadilan harus mampu menghadirkan terdakwa yang memang benar-benar terdakwa dalam kasus ini.
“Kita mau cari dalam proses persidangan ini, siapa pelakunya. Kalau soal ada luka, ada pembunuhan, kita semua sepakat memang betul ada peristiwa itu. Tapi siapa yang melakukan? Itu yang harus diungkit oleh proses persidangan, dan itu tidak terbuka dalam persidangan ini,” urainya.
Jika memang pelakunya adalah anggota TPN-PB, lanjut Yohanis, seharusnya yang ditangkap adalah mereka.
Fatemte sendiri diyakini hanya merupakan warga sipil di Kabupaten Maybrat, Papua Barat. Dia ditangkap polisi pada 24 Maret 2022 di Kota Sorong. Pengacara mengklaim, pada saat peristiwa penyerangan terjadi, Fatemte sedang berada di kampung Kolser, Maluku Tenggara, dimana dia tinggal bersama istri di rumah mertuanya.
Jaksa Tetap Yakin
Dihubungi VOA, Kepala Seksi Pidana Umum, Kejaksaan Negeri Sorong Eko Nuryanto meyakini bahwa para terdakwa memang pelaku penyerangan Pos Koramil Kisor yang sebenarnya.
“Tentu dengan adanya putusan pengadilan, kemudian kita sudah buktikan di persidangan, dan kita sudah berikan hak-haknya baik tersangka maupun jaksa penuntut umum, kami tetap berkeyakinan bahwa mereka ini adalah pelakunya. Itu dikuatkan dengan adanya putusan pengadilan,” kata Eko, Selasa (7/2).
Vonis hakim terhadap Melkias Ky yang jatuh pada 3 Februari 2023 lalu adalah salah satu penguat keyakinan jaksa bahwa upaya mereka telah tepat. Apalagi, terdakwa-terdakwa lain yang diajukan ke pengadilan sebelum ini, seluruhnya juga menerima hukuman dari hakim.
“Tentu, kami dalam pembuktian unsur disini, unsurnya adalah pasal yang disangkakan atau pasal yang didakwakan. Salah satunya adalah pembunuhan berencana, kemudian pembunuhan, pengeroyokan yang menyebabkan mati, kemudian satu lagi penganiayaan yang menyebabkan mati,” kata Eko.
Terkait pembelaan dari Yohanis Mambrasar selaku pengacara Melkias dan Fatemte, menurut Eko, itu adalah sudut pandang pembela hukum dan para terdakwa. Namun, kata Eko, persidangan tidak bisa hanya berpatokan pada satu alat bukti saja.
“Nah, untuk itu kami juga sudah buktikan, bahwa mereka pada saat kejadian ada di sini. Dengan kita hadirkan beberapa saksi, termasuk saksi anggota TNI yang berada di tempat kejadian pada saat itu,” tandasnya.
“Jadi, kalau asumsi mereka seperti itu, ya itu hak mereka. Tetapi kami dari penuntut umum, telah menghadirkan saksi-saksi yang tentunya dapat memberikan fakta bahwa memang benar Fatemte ini adalah salah satu pelaku,” ujar Eko lagi.
Tim penuntut tidak mau masuk ke ranah asal muasal pelaku penyerangan, apakah berasal dariorganisasi Papua merdeka atau bukan. Keterlibatan organisasi tertentu dalam kasus ini, juga dikatakan Eko sebagai sebuah klaim saja.
Untuk Melkias yang divonis hakim 20 tahun penjara, Kejaksaan Negeri Sorong tengah meminta petunjuk dari Kejaksaan Agung terkait langkah lanjutan yang akan diambil. Namun, sementara ini mereka merencanakan untuk banding karena tuntutan yang diberikan sebelumnya adalah hukuman seumur hidup.
Sementara dalam kasus Fatemte, sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 8 Februari 2023 dengan agenda replik oleh jaksa. Selanjutnya, duplik akan digelar pada Jumat, 10 Februari, dan putusan dijadwalkan keluar pada Senin 13 Februari 2023. [ns/ah]
Forum