Ketika ledakan terjadi pada awal April, pecahan peluru menghantam rumah-rumah dan sekolah-sekolah di seluruh lingkungan perumahan yang tenang di ibukota Yaman.
Jendela-jendela hancur dan 2.000 remaja putri di sekolah terdekat berusaha melarikan diri pada saat yang sama, banyak yang berlari menuruni tangga dan beberapa meninggal terinjak-injak.
Safia Al-Wesabi, seorang muris berusia 10 tahun dari Sekolah Al Ra'ai, berhasil keluar dengan selamat, tetapi tidak bisa menemukan kakak perempuannya di luar. "Saya menangis," katanya. "Saya kira ia terinjak-injak sampai meninggal."
Lebih dari 15 murid tewas dan 100 lainnya terluka hari itu, tetapi kekerasan hanyalah salah satu dari banyak penyebab perang di Yaman melumpuhkan kemampuan negara memberi anak-anak pendidikan bahkan menyelamatkan hidup mereka. Sementara konflik Yaman memasuki tahun kelima, organisasi-organisasi bantuan menyebutnya "perang terhadap anak-anak."
"Kita berada pada titik kritis," kata Henrietta Fore, direktur eksekutif UNICEF dalam pidato baru-baru ini. "Jika perang berlanjut lebih lama, negara itu bisa mencapai titik dimana tidak bisa kembali lagi. Berapa lama lagi kita membiarkan Yaman terjerumus dalam kegelapan?" (my)