Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menjamu menteri luar negeri Perancis Laurent Fabius untuk pembicaraan hari Selasa sementara negara-negara kuat dunia berusaha menyepakati isi resolusi PBB untuk melenyapkan senjata kimia Suriah.
Pertemuan hari Selasa di Moskow diadakan setelah dikeluarkannya laporan inspektur PBB yang menyebut “bukti yang jelas dan meyakinkan” bahwa gas sarin maut digunakan dalam skala yang relatif besar dalam serangan bulan lalu dekat Damaskus.
Laporan itu tidak mengatakan siapa yang melakukan serangan itu, tetapi Penasehat Keamanan Nasional Amerika Susan Rice mengatakan laporan itu memperkuat tuduhan bahwa hanya pasukan Suriah mempunyai kemampuan untuk melakukannya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa serangan bulan lalu di dekat Damaskus adalah "provokasi" oleh pemberontak yang berusaha menarik bantuan militer luar negeri, Selasa (17/9).
Sementara Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius, dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan di Moskow, mengatakan bahwa bukti dalam laporan penyelidik PBB menunjukkan bahwa pasukan Suriah yang menggunakan senjata kimia dalam serangan tersebut.
Lavrov juga mengatakan kepada wartawan bahwa dua diplomat itu punya tujuan yang sama yaitu perdamaian di Suriah, tetapi memiliki cara pandang yang berbeda untuk mencapainya.
Perancis dan Inggris juga telah menuduh pemerintah Suriah, yang membantah tuduhan itu, dengan mengatakan pihak pemberontak-lah yang menggunakan senjata kimia itu. Rusia telah mendesak kesabaran dan agar tuduhan terhadap lasykar oposisi ditanggapi dengan serius.
Di New York, Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bukti yang dikumpulkan oleh para inspektur PBB dengan “tak terbantah” dan “sangat kuat” memastikan penggunaan gas racun.
Rusia menentang usul Perancis, Inggris dan Amerika Serikat untuk mencantumkan ancaman kekuatan jika Suriah tidak mematuhi kebijakan PBB. AS dan Inggris mengatakan Senin mereka ingin resolusi yang kuat yang menetapkan tenggat waktu pasti dan mengikat bagi Suriah untuk menyerahkan senjata kimianya.
Pertemuan hari Selasa di Moskow diadakan setelah dikeluarkannya laporan inspektur PBB yang menyebut “bukti yang jelas dan meyakinkan” bahwa gas sarin maut digunakan dalam skala yang relatif besar dalam serangan bulan lalu dekat Damaskus.
Laporan itu tidak mengatakan siapa yang melakukan serangan itu, tetapi Penasehat Keamanan Nasional Amerika Susan Rice mengatakan laporan itu memperkuat tuduhan bahwa hanya pasukan Suriah mempunyai kemampuan untuk melakukannya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa serangan bulan lalu di dekat Damaskus adalah "provokasi" oleh pemberontak yang berusaha menarik bantuan militer luar negeri, Selasa (17/9).
Sementara Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius, dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan di Moskow, mengatakan bahwa bukti dalam laporan penyelidik PBB menunjukkan bahwa pasukan Suriah yang menggunakan senjata kimia dalam serangan tersebut.
Lavrov juga mengatakan kepada wartawan bahwa dua diplomat itu punya tujuan yang sama yaitu perdamaian di Suriah, tetapi memiliki cara pandang yang berbeda untuk mencapainya.
Perancis dan Inggris juga telah menuduh pemerintah Suriah, yang membantah tuduhan itu, dengan mengatakan pihak pemberontak-lah yang menggunakan senjata kimia itu. Rusia telah mendesak kesabaran dan agar tuduhan terhadap lasykar oposisi ditanggapi dengan serius.
Di New York, Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bukti yang dikumpulkan oleh para inspektur PBB dengan “tak terbantah” dan “sangat kuat” memastikan penggunaan gas racun.
Rusia menentang usul Perancis, Inggris dan Amerika Serikat untuk mencantumkan ancaman kekuatan jika Suriah tidak mematuhi kebijakan PBB. AS dan Inggris mengatakan Senin mereka ingin resolusi yang kuat yang menetapkan tenggat waktu pasti dan mengikat bagi Suriah untuk menyerahkan senjata kimianya.