Perempuan harus jadi pemimpin agar dapat mewujudkan perdamaian. Inilah salah satu pesan penting dalam serial diskusi “Women in Leadership : Mengatasi Tantangan Untuk Menjadi Pemimpin, Pengalaman dari Pemimpin Perempuan” yang dilangsungkan secara virtual pada Senin (7/3). Pesan ini seakan menjadi pengingat dan sekaligus tantangan ketika perempuan merayakan Hari Perempuan Internasional 8 Maret.
Pendiri Wahid Institute, Yenny Wahid, mendorong perempuan terlibat mewujudkan perdamaian dengan menjadi pemimpin. "Kalau perempuan jadi pemimpin, maka negaranya nggak gampang perang, negaranya nggak gampang konflik. Kita melihat bagaimana negara-negara yang dipimpin oleh perempuan lebih punya kemampuan untuk berempati dengan masyarakatnya. Saya tidak mengatakan pemimpin laki-laki tidak punya kemamouan itu," kata Yenny.
Bersama Kementerian Luar Negeri, Wahid Institute baru-baru ini meluncurkan program “Peace Village,” yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan menjadi agen solusi, agen toleransi dan agen perdamaian.
Berdasarkan riset, ketika perempuan terlibat dalam proses perdamaian, potensi tercapainya perdamaian meningkat hingga 35 persen dan bertahan hingga 15 tahun.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, yang menjadi salah seorang pembicara, berbagi tentang besarnya peran yang diemban perempuan. "Perempuan adalah orang pertama atau orang yang paling dekat dengan anak, yang menyuntikkan semua nilai kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, perempuan harus kokoh, memiliki nilai dalam hal ini terkait dengan perdamaian, toleransi dan kita harapkan merekalah yang akan dapat menyuntikkan kepada anak-anaknya nilai-nilai yang baik ini," ujar Retno.
Retno menegaskan perempuan dapat menjadi solusi di tiap situasi. Di masa pandemi COVID-19, sekitar 60 persen dari tenaga kesehatan di seluruh dunia adalah perempuan. Di Indonesia, pemilik usaha mikro, kecil dan menengah (UKMKM) yang memproduksi barang-barang kesehatan untuk kebutuhan penanganan pandemi Covid-19 adalah perempuan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan tidak ada yang mustahil bagi perempuan untuk menjadi pemimpin.
“Perempuan memiliki bakat alami yaitu multitasking... perempuan dapat membuat keputusan yang lebih inklusif. Juga memiliki empati dan kemampuan coaching lebih baik, memiliki emotional intelligence yang lebih baik sehingga menciptakan lingkungan organisasi yang bagus,” ujarnya.
Sri Mulyani mengakui kuatnya kultur dan norma yang menimbulkan dilema pada perempuan; hal yang tidak dialami laki-laki. "Bagaimana menyeimbangkan kehidupan keluarga. Kalau punya putra putri, dia harus menjaga mereka dan merea harus terus mengejar kariernya. Artinya, waktu tidurnya sedikit dan lebih banyak waktu untuk melakukan yang mungkin laki-laki tidak harus melakukan," kata Sri.
Menutup diskusi Hari Perempuan Internasional itu, Yenny Wahid mendorong agar lebih banyak sosok seperti Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang muncul di Indonesia. “Agar dapat saling menguatkan network yang ada dan kemudian membuat afirmasi-afirmasi,” ujarnya. [fw/em]