Tautan-tautan Akses

Perempuan Korsel Lawan Tuntutan Standar Kecantikan


Park Jiehyun, direktur feature Majalah Cosmopolitan Korea, membaca majalah fesyen saat wawancara di Seoul, Korea Selatan, 23 Januari 2019.
Park Jiehyun, direktur feature Majalah Cosmopolitan Korea, membaca majalah fesyen saat wawancara di Seoul, Korea Selatan, 23 Januari 2019.

Saat mengejar mimpinya menjadi seorang model, jatuh-bangun antara diet ekstrem dan makan berlebihan, Park I Seul menyadari bahwa ia punya masalah: Ia tidak tinggi dan kurus seperti model peragaan busana pada umumnya. Tapi postur tubuhnya juga tidak cukup besar untuk menjadi seorang model ukuran plus.

Dia juga menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi standar kecantikan Korea Selatan (Korsel) yang tinggi adalah untuk terus menyangkal jati dirinya.

Jadi Park mulai menyebut dirinya “model berukuran alami” – istilah yang hampir tidak pernah terdengar di Korea Selatan. Park mendefinisikan “model berukuran alami” sebagai seseorang dengan postur tubuh yang Anda lihat sehari-hari, kebalikan dari postur tubuh ideal yang sulit dicapai.

Park mulai bekerja dan saluran youtube yang kemudian menjadi populer. Melalui saluran itu dia memperkenalkan mode busana untuk Perempuan yang sama seperti dirinya dibanding Perempuan di majalah mode.

Pandangan positif Park tentang tubuh menjadikannya bagian dari gerakan perempuan Korea Selatan, untuk melawan apa yang mereka lihat sebagai tekanan ekstrem untuk terlihat dengan cara tertentu.

Park I Seul dalam wawancara di Seoul, Korea Selatan, 16 Januari 2019.
Park I Seul dalam wawancara di Seoul, Korea Selatan, 16 Januari 2019.

Ratusan perempuan muda meramaikan media sosial dengan “talcorset” atau gerakan melepas korset untuk mendorong yang lain membebaskan diri dari stereotip sosial yang sudah lama ada dan mengikat tentang penampilan mereka.

Park baru-baru ini mengadakan peragaan busana yang disebutnya “tidak diskriminatif” di Seoul. Dalam peragaan busana itu, para model dengan berbagai berat dan tinggi badan melenggang di panggung peragaan busana dengan percaya diri.

Lawan Standar Kecantikan

Perempuan lainnya telah mengunggah foto atau klip video secara online yang memperlihatkan saat mereka memotong pendek rambut mereka, menghancurkan produk kecantikan dan pergi ke sekolah atau bekerja tanpa riasan wajah.

Di Korea Selatan, seorang perempuan dengan berat badan di atas 50 kg akan dianggap gemuk, terlepas dari tinggi badannya.

Park sendiri memiliki tinggi 165 cm dan berat 62 kg. Dengan postur seperti itu, Park jauh dari ukuran badan minum para model yaitu tinggi 170 cm dan berat 40-48 kg. Dia juga mendekati ukuran XL dan bisa melebihi ukuran yang biasanya dituntut untuk para model ukuran plus.

“Dulu saya berpikir bahwa tubuh saya yang gemuk bukanlah saya yang sebenarnya dan hidup dalam tubuh seperti ini bukanlah kehidupan saya yang sebenarnya. Saya percaya hidup saya akan bahagia jika berat badan saya turun,” kata Park. “Saya kemudian berpikir bahwa saya terlihat cukup baik walau seperti ini.”

Korea Selatan adalah negara yang sangat konservatif. Para ahli mengatakan masyarakat patriarkalnya mendorong seksisme merajalela. Menurut Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, Korea Selatan memiliki tingkat kesenjangan gaji berdasarkan gender terbesar di antara negara-negara maju pada 2017. Korsel menempati urutan ke-115 dari 149 negara anggota Forum Ekonomi Dunia dalam indeks global keseimbangan gender secara keseluruhan, salah satu peringkat yang paling rendah diantara negara-negara G-20.

Menurut survei pada 2018 oleh Saramin, situs web rekrutmen terkemuka di Korsel, 57 persen manajer sumber daya manusia di perusahaan Korsel setuju bahwa penampilan pelamar kerja mempengaruhi penilaian mereka. Survei ini juga menunjukkan bahwa penilaian berdasarkan penampilan lebih berpengaruh pada perempuan dari pada pria.

Menurut Sohn Hee-jong seorang peneliti di Institut Studi Gender Universitas Yonsei di Seoul, saat lebih banyak perempuan mulai mengenal feminisme, muncul keinginan baru untuk menentang ketatnya tuntutan sosial Korsel yang memaksa perempuan untuk menjaga penampilan mereka secara ekstrem.

Majalah Cosmopolitan Korea dengan foto komedian populer Lee Young-ja pada sampul majalah, di Seoul, Korea Selatan, 23 Januari 2019.
Majalah Cosmopolitan Korea dengan foto komedian populer Lee Young-ja pada sampul majalah, di Seoul, Korea Selatan, 23 Januari 2019.

Misalnya, saja sebuah video dari Cha Ji Won, youtuber berusia 24 tahun yang memiliki saluran “Korean Womyn”. Video yang telah dilihat oleh 720.000 orang itu menunjukkan kesehariannya setelah berhenti terobsesi akan rambutnya dan memakai riasan setiap hari. Cha mulai memilih untuk menggunakan pakaian yang nyaman dan memakan apa pun yang dia inginkan, tak peduli lagi dengan persoalan kalori.

“Saya berharap dengan memberitahu perempuan lain bahwa ada seseorang seperti saya, saya juga dapat mengingatkan mereka untuk tidak perlu lagi terlalu peduli (tentang penampilan) dan menghabiskan banyak uang dan waktu untuk penampilan mereka,” kata Cha dalam sebuah wawancara.

Merambah Sekolah

Gerakan itu merambah ke sekolah-sekolah.

Seorang siswa SMU berusia 18 tahun yang ingin diidentifikasi hanya dengan nama belakangnya, Hong, karena khawatir dengan masa depan pendidikannya, baru-baru ini mengungkap serangkaian ceramah kepada siswi-siswi sekolahnya tentang bagaimana seharusnya mereka berpenampilan ketika masuk perguruan tinggi.

Sesi ceramah itu termasuk soal “riasan bagi mahasiswa baru”, “Gaya busana untuk mahasiswa baru” dan “Bagaimana caranya mendapatkan bentuk tubuh yang sehat.”

Hong keberatan dengan kelas-kelas yang bertujuan mendorong para siswi di sekolahnya “merawat” penampilan mereka. Hong dan beberapa temannya menghubungi wartawan untuk mengadukan masalah itu. Hal itu mendorong sekolah untuk menhapus kelas tersebut.

Hong mengatakan ia memakai riasan untuk pertama kalinya ketika sekolah dasar dan memakai riasan wajah lengkap ketika SMU. Sekarang, ia tidak lagi memakai riasan dan mempertanyakan mengapa Perempuan harus selalu dinilai dari penampilan mereka. Namun, Hong berkata banyak anak yang malu untuk menunjukkan wajah alami mereka atau dalam bahasa Korea disebut "ssaeng-eol", dan tak akan pergi keluar tanpa riasan wajah.

Korsel memiliki rasio dokter bedah plastik tertinggi di dunia, menurut sebuah laporan dari International Society of Plastic Surgery pada 2016. Menurut statistik 2015 oleh Gallup Korea, sekitar sepertiga dari perempuan Korsel berusia antara 19 hingga 29 tahun mengatakan mereka telah menjalani operasi plastik.

“Saya pikir mereka (perempuan Korsel) ingin terlihat sempurna,” kata Park Jiehyun, direktur majalah Cosmopolitan Korea, sebuah majalah mode populer. “Mereka percaya mereka harus memiliki tubuh dan kulit yang bagus, mata, hidung dan mulut yang indah, bahkan rambut dengan garis yang sempurna. Mereka juga ingin memiliki gaya yang bagus.”

Papan-papan klinik bedah plastik di Seoul, Korea Selatan, 22 Januari 2019.
Papan-papan klinik bedah plastik di Seoul, Korea Selatan, 22 Januari 2019.

Gerakan Feminisme

Namun Park mengatakan meningkatnya gerakan feminisme dan perubahan nilai di kalangan perempuan Korsel telah mengalihkan citra kecantikan dalam industrinya.

Dalam edisi Desember, Cosmopolitan Korea menampilkan seorang komedian populer Korea Selatan Lee Young-ja sebagai model sampulnya. Lee lebih besar dari tipikal model sampul yang cenderung kurus yang biasanya digunakan majalah tersebut.

Meski begitu, tetap saja masih ada tekanan yang kuat perihal kecantikan di lingkungan kerja.

Choi Min Jeong, mantan karyawan sebuah perusahaan minuman masih ingat ketika bosnya berkata bahwa ia harus bekerja lebih keras karena ia tidak secantik dan terkenal seperti aktris Korsel.

“Meskipun dia mengatakan itu sebagai gurauan, saya pikir itu konyol karena dia melontarkan hal itu karena pekerjaan saya tidak berhubungan dengan penampilan,” kata Choi.

Perusahaan penerbangan sering menuntut cara berpakaian yang lebih ketat untuk pramugari, menurut Kwon Su Jeong yang merupakan anggota dewan Seoul dan telah bekerja selama 24 tahun untuk Asiana, sebuah maskapai penerbangan besar Korsel. Kwon saat ini sedang cuti untuk bekerja di dewan kota.

“Mereka mengontrol semuanya, mulai dari gaya rambut hingga warna lipstik dan kuku, sampai panjang dan bentuk antingmu,” kata Kwon.

Meskipun Asiana melonggarkan aturan yang mewajibkan hanya mengenakan rok pada 2013, banyak pramugari masih memakainya karena kekhawatiran akan penilaian kerja negatif, kata Kwon. Asianan membantah keras bahwa pihaknya membuat tuntutan yang tidak adil atau menekan karyawannya terkait pakaian atau penampilan.

Kwon mengatakan manajemen tertinggi perusahaan menginginkan pramugari untuk menjunjung tinggi citra seorang perempuan Asia yang anggun dan cantik dan memberikan layanan tulus kepada pelanggan. Karena perusahaan sangat peduli dengan penampilan karyawan perempuannya, perusahaan memberi tekanan halus pada mereka untuk memiliki prosedur kosmetik, katanya.

“Meskipun perusahaan cukup kaku mengatur cuti karena cedera di tempat kerja, tapi jika soal cuti untuk menjalankan prosedur kosmetik itu akan jauh lebih lunak,” kata Kwon. [er/ft]

XS
SM
MD
LG