Polisi di kota AS Ferguson, Missouri, mengatakan seorang pria dalam kondisi kritis, Senin (10/8), setelah ditembak oleh polisi dalam baku tembak yang terjadi setelah pawai sempat berlangsung dengan damai. Pawai tersebut berlangsung guna menandai peringatan satu tahun tewasnya seorang remaja hitam tak bersenjata dalam insiden penembakan yang dilakukan oleh seorang polisi berkulit putih.
Kepala Polisi St Louis County Jon Belmar mengatakan detektif berpakaian preman tersebut telah memantau pria yang mereka perkirakan bersenjata, dan bahwa kemudian terlibat dalam aksi tembak-menembak dengan 40 hingga 50 tembakan di antara merekad, sebelum sebuah kendaraan petugas yang tidak bertanda terkena tembakan.
Empat detektif tersebut membalas tembakan, mengenai pria bersenjata tersebut, menurut keterangan Belmar.
Surat kabar setempat St Louis Post-Dispatch melaporkan ayah pria itu mengidentifikasinya sebagai Tyrone Harris Jr, 18 tahun, dan mengatakan ia merupakan teman "dekat" Michael Brown, yang berusia 18 tahun saat tewas ditembak polisi di Ferguson tahun lalu .
Belmar mengatakan pada konferensi pers bahwa terjadinya kekerasan merupakan "penghalang bagi perubahan positif," menekankan bahwa penembakan itu tidak melibatkan mereka yang sedang memperingati setahun tewasnya Brown.
"Mereka penjahat, mereka bukan demonstran," kata Belmar. "Pengunjuk rasa adalah orang-orang yang di luar sana yang berbicara tentang cara apa pun yang mungkin untuk mendorong perubahan. Bukan itu yang terjadi di sini."
Ia mengatakan polisi mengerahkan tambahan personil di lokasi setelah adanya laporan penjarahan, dan sejumlah orang melemparkan botol yang pecah saat mendarat dekat para petugas. Ia juga melaporkan seorang petugas terluka akibat lemparan batu bata Minggu malam di Ferguson.
Belmar mengatakan ia percaya kekerasan itu dapat dihindari, dan bahwa sudah terlalu banyak orang di Ferguson berupaya sebaik mungkin untuk menghindari kekerasan.
"Banyak yang merasa emosional, saya mengerti, tapi ini adalah sesuatu yang berbeda dan kami tidak bisa mempertahankan ini sebagai sebuah komunitas," katanya, meminta bantuan dalam mengidentifikasi orang-orang yang mengacaukan aksi protes damai tersebut.
Setelah penembakan, polisi memerintahkan warga yang masih berkumpul untuk meninggalkan lokasi dan menggunakan asap untuk membubarkan kerumunan.
Namun, sebagian dari mereka dalam kerumunan tersebut mengkritik para polisi melalui Twitter, dengan mengatakan bahwa asap digunakan setelah orang-orang sudah mengikuti perintah polisi.
Sebelumnya Minggu, aksi pawai berlangsung dengan damai di tempat di mana Brown ditembak oleh polisi Ferguson Darren Wilson pada tanggal 9 Agustus 2014, saat keduanya terlibat dalam konfrontasi.
Demonstrasi yang terjadi setelah tewasnya Brown menjadikan kota pinggiran St Louis ini sebagai sorotan nasional dan memicu protes yang menyerukan agar polisi memberikan perlakuan lebih baik kepada anggota masyarakat minoritas.
Ayah Brown, Michael Brown Sr, meminta pengunjuk rasa untuk mengheningkan cipta selama 4½ menit untuk mengenang sekitar 4 ½ jam tubuh anaknya tergeletak di jalan setelah ia tewas tertembak.
Mengheningkan cipta diikuti dengan pawai hening yang ditujukan untuk memberi penghormatan kepada mereka yang tewas di tangan polisi.
Brown mengatakan keluarganya masih berduka, tapi ia yakin putra meninggalkan sebuah warisan penting dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan kekerasan oleh polisi.
Meskipun putusan juri membersihkan nama Wilson dari kematian Brown November lalu, penyelidikan oleh Departemen Kehakiman AS menemukan bahwa warga kulit hitam mendapatkan perlakuan ditarget secara tidak adil oleh mayoritas polisi berkulit putih di kota Ferguson.
Laporan itu mengatakan bahwa warga 67 persen dari 21.000 orang warga kota Ferguson berkulit hitam, 93 persen dari mereka yang ditangkap polisi adalah warga Afrika-Amerika. Laporan itu mengatakan 85 persen dari pengendara kendaraan yang diberhentikan polisi adalah warga berkulit hitam dan yang dari mereka yang terkena tilang, 90 persen adalah warga kulit hitam.
Penyelidikan tersebut menyebut kombinasi bias rasial antara polisi dan ketergantungan yang luar biasa pada denda yang dibayarkan warga sebagai sumber pendapatan kota, sebagai penyebabnya.
Yang kemudian secara tidak proporsional menjadikan warga kulit hitam menjadi sasaran, menggoyahkan kepercayaan mereka terhadap penegakan hukum dan sistem peradilan.