Pemerintah diminta segera menerapkan paket kebijakan untuk meredam dampak perlambatan ekonomi global akibat penyebaran virus corona, terhadap perekonomian Indonesia.
Ahmad Ma’ruf, ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), ekonomi Indonesia pasti mengalami kontraksi karena semua sumber-sumber ekonomi melambat. Untuk Indonesia, konsumsi domestik menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi.
“Ini yang saya justru agak khawatir, karena Indonesia ini tumpuan untuk pertumbuhan ekonomi itu masih di dua kaki. Satu kaki konsumsi, yang kedua kaki investasi. Nah, kalo investasi itu kurang tetapi konsumsinya bertahan, bahkan naik, saya masih punya optimisme. Tetapi sekarang hampir semua konsumsi itu turun,” kata Ma’ruf kepada VOA.
Ma’ruf berharap pemerintah membuat skenario yang bisa membalikkan kurva laju penyebaran virus corona. Meski dalam kenyataan, sampai saat ini data pemerintah menunjukkan kasus infeksi virus corona terus merangkak naik dari hari ke hari.
Ramadan Momentum Kenaikan Konsumsi
Ma’ruf mengingatkan, sebaiknya kasus penularan virus corona bisa ditekan mendekati mendekati bulan suci Ramadan, yang akan jatuh tiga pekan lagi.
Ramadan, kata Ma’ruf, adalah momentum mendorong kenaikan konsumsi, yang bisa diandalkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Namun, jika angka kasus virus corona terus mendaki, Ma’ruf khawatir Ramadan dan Lebaran itu tidak dapat dimanfaatkan untuk mengoreksi pertumbuhan nasional.
“Karena pada saat Ramadan itu ada mobilisasi orang, namanya mudik, silaturahmi. Kedua, ada proses konsumsi yang lebih dari normal. Jadi Ramadan dan Idul Fitri itu hampir semua barang terserap pasar. Pertanyaannya, besok ini akan terjadi atau tidak,” ujarnya.
Belanja pemerintah juga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, imbuh Ma’ruf, dengan perlambatan ekonomi, pajak tidak bisa menjadi sumber pendapatan untuk meningkatkan belanja pemerintah. Sedangkan dengan posisi nilai tukar rupiah saat ini, menambah utang luar negeri akan sangat berisiko.
Wabah virus corona sebenarnya bisa menjadi kesempatan untuk mendongkrak belanja pemerintah. Menurut Ma’ruf, karena harga minyak mentah turun, alokasi dana subsidi BBM dapat dialihkan untuk meningkatkan belanja pemerintah dalam menanggulangi virus corona. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Masalah lain yang harus diselesaikan, adalah nilai tukar Rupiah yang terpuruk dalam satu pekan terakhir. Kondisi ini memperberat biaya impor, khususnya bahan-bahan pendukung industri yang cukup signifiikan.
“Kalau itu Ramadan atau Idul Fitri, virus ini turun, saya optimis masih bisa bertahan. Tetapi secara agregat, dalam periode tahun 2020 ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi. Itu tidak bisa dipungkiri, dan memang harus dihadapi. Menurut saya tidak masalah, semua harus mengencangkan ikat pinggang untuk menghadapi semua ini,” lanjut Ma’ruf.
Sembilan Paket Kebijakan
Presiden Joko Widodo sendiri sudah mengeluarkan sembilan kebijakan bantuan yang dipaparkan dalam video conference dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (24/3). Kebijakan ini bertujuan untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Kebijakan pertama, adalah perintah agar menteri, gubernur dan wali kota memangkas rencana belanja yang bukan belanja prioritas dalam APBN dan APBD. Kedua, pemerintah pusat dan daerah diminta mengalokasikan ulang anggarannya untuk mempercepat penyelesaian dampak corona, dari sisi kesehatan dan ekonomi. Ketiga, Presiden meminta pemerintah pusat dan daerah menjamin ketersediaan bahan pokok dan terjaganya daya beli masyarakat.
Keempat, Jokowi meminta program Padat Karya Tunai diperbanyak. Kelima, pemerintah akan memberikan tambahan dana Rp 50 ribu pada kartu sembako murah selama enam bulan dari semula Rp 150 ribu. Keenam, percepatan implementasi kartu pra-kerja untuk mengantisipasi PHK, pekerja kehilangan penghasilan, dan pengusaha mikro yang kehilangan pasar.
Ketujuh, pemerintah membayarkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang selama ini dibayar oleh wajib pajak (WP) karyawan. Kedelapan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi kredit di bawah Rp 10 miliar untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Paket kesembilan, bagi masyarakat berpenghasilan rendah pemilik kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi, akan diberi stimulus.
"Kita harus bersatu gotong royong hadapi tantangan ini,” ujar Presiden.
Perubahan APBN Diperlukan
Andreas Lako, Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkoreksi hingga kisaran 3,5 persen hingga 4,2 persen, dengan kondisi saat ini. Sebelumnya, perekonomian Indonesia diperkirakan bisa tumbuh 5,2 persen triwulan pertama dan kedua 2020.
Menurut data Badan Pusat Statisik, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,02 persen pada 2019, melambat dibanding 5,17 persen pada 2018.
Andreas mendukung perubahan postur anggaran, antara lain dengan menghentikan sementara proyek-proyek infrastruktur.
“Anggaran itu kemudian dialihkan untuk penanganan virus corona atau mungkin juga penyakit-penyakit lain yang akan segera muncul,” kata Andreas.
Dana dari proyek infrastruktur, ujarnya, bisa digunakan untuk meningkatkan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan membantu rumah sakit yang menangani wabah corona.
Pemerintah, lanjutnya, juga harus memikirkan implikasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Karena ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi, pemerintah harus memperhatikan produksi serta pasokan barang dan jasa.
Selain itu, Andreas berpendapat penting untuk memberi insentif bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Insentif itu menjadi penghargaan kepada pelaku bisnis yang berupaya mempekerjakan karyawan dalam berbagai kondisi. [ns/ft]