Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Senin (24/10) perompak Somalia hari Sabtu pagi lalu telah membebaskan 26 sandera warga negara asing, termasuk empat pelaut asal Indonesia.
Retno mengatakan sehari setelah dibebaskan, ke-26 sandera itu tiba di ibukota Kenya, Nairobi. Duta Besar Indonesia untuk Kenya dan tim dari Kementerian Luar Negeri yang dipimpin Direktur Perlidungan WNI, Lalu Muhammad Iqbal, telah menjemput keempat tawanan asal Indonesia itu di Nairobi, ujarnya.
Retno menambahkan bahwa kondisi keempat pelaut Indonesia secara umum sehat dan bahwa ia telah berbicara dengan salah satu dari mereka, Sudirman, 15 menit setelah keempat warga Indonesia ini tiba di Nairobi.
Rencana selanjutnya, kata Retno, keempat sandera asal Indonesia tersebut akan menjalani pemeriksaan kesehatan. Retno mengatakan perlu beberapa hari untuk pemulihan sebelum awak kapal asal Indonesia ini dipulangkan ke tanah air.
"Pada Sabtu, 22 Oktober 2016, sekitar pukul 13.00, telah berhasil dibebaskan empat WNI ABK (anak buah kapal) yang disandera di Somalia sejak 26 Maret 2012. Keempat sandera tersebut atas nama Sudirman, Supardi, Adi Manurung, dan Nelson Pesireron," ujarnya di kantor Kemenlu di Jakarta.
"Keempat ABK tersebut merupakan bagian dari 26 sandera dibebaskan. Mereka bekerja pada kapal Naham 3, yaitu kapal ikan Taiwan yang dioperasikan oleh perusahaan Oman."
Kapal Naham 3 dibajak perompak Somalia di sekitar perairan Seychelles pada 26 Maret 2012. Kapal itu memiliki 29 ABK, dan kapten kapalnya meninggal dunia saat terjadi pembajakan.
Dua sandera lainnya meninggal karena sakit pada 2014, salah satunya adalah Nasirin, asal Cirebon, karena sakit malaria. Ke-26 ABK yang bebas tersebut berasal dari Filipina, Indonesia, Kamboja, Taiwan, China, dan Vietnam.
Tanpa Tebusan
Retno mengatakan pada Januari 2015, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepadanya dan juga kepala Badan Intelijen Negara untuk mengintensifkan upaya pembebasan empat sandera WNI yang telah disandera sejak 2012 di Somalia, dengan memprioritaskan keselamatan para sandera.
Pembebasan ini, kata Retno, berhasil dilakukan setelah melalui proses yang sangat panjang. Pembicaraan dengan negara asal ABK juga dilakukan secara sangat intensif. Pemerintah Indonesia juga melakukan koordinasi dan kerja sama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat, organisasi nirlaba internasional, serta PBB.
Kementerian Luar Negeri selama dua tahun ini juga telah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak keluarga secara rutin, untuk menyampaikan perkembangan, dan upaya terus dilakukan pemerintah dalam pembebasan para sandera.
Karena itu, menurut Retno, pihak keluarga telah mengetahui mengenai upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam membebaskan para sandera, termasuk di antaranya tantangan yang dihadapi dalam proses pembebasan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatatakan, upaya pembebasan keempat ABK asal Indonesia itu memakan waktu lama karena melibatkan banyak negara yang juga warganya disandera dan melibatkan berbagai organisasi nirlaba internasional.
Arrmanatha membantah keempat sandera asal Indonesia itu dibebaskan setelah membayar uang tebusan.
Posisi pemerintah Indonesia selama ini tetap bahwa kita, pemerintah, tidak mempunyai kebijakan untuk membayar pembajak dengan uang.
Para perompak Somalia ini pertama kali membajak kapal dagang besar pada 2005. Peristiwa serupa terus meningkat akibat perang saudara melanda negara itu dan langkanya lapangan pekerjaan.
Pada 2012, pembajakan di Somalia merugikan perekonomian global antara US$5,7 miliar hingga $6,1 miliar. Pembajakan mencapai puncaknya pada 2011, ketika 736 orang disandera dan 32 kapal ditawan.