Lebih dari dua tahun yang lalu, Presiden Ferdinand Marcos Jr. dan Wakil Presiden Sara Duterte menang telak dalam pemilihan umum dengan tema besar: persatuan nasional.
Namun aliansi mereka yang rapuh dengan cepat goyah karena perbedaan-perbedaan besar, termasuk kecondongan mereka ke Amerika atau China, dan penolakan Marcos untuk melakukan penumpasan narkoba yang dilancarkan oleh pendahulunya – yang juga ayah Wakil Presiden Sara Duterte – Rodrigo Duterte.
Permusuhan memuncak pada akhir pekan lalu ketika Sara Duterte mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah mengatur agar Marcos, istrinya dan sepupunya yang juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dibunuh jika mereka menyerang dirinya.
“Desakan pemerintahan Marcos bahwa nyawa presiden berada di bawah ancaman adalah hal yang tidak menyenangkan,” kata Sara Duterte dalam konferensi pers di Manila, Selasa (26/11). “Saya meningkatkan kewaspadaan ini ketika presiden dan para penjilatnya secara agresif menjual narasi yang sepenuhnya didasarkan pada pernyataan saya, yang diambil di luar konteks yang logis.”
Sara Duterte menambahkan, “Jika saya mati, saya sudah meminta seseorang untuk membalas dendam terhadap ketiga individu tersebut. Jadi pertanyaan saya sekarang kepada pemerintah, apakah balas dendam dari kubur merupakan kejahatan?”
Membalas hal itu, Marcos tampil di TV dan menyatakan kesiapannya untuk melawan. [em/ab]
Forum