Beberapa asisten yang memegang ponsel untuk livestreaming di berbagai platform media sosial kini sama pentingnya seperti meteran, jarum dan kain bagi Roshan Melwani, salah satu pemilik toko jahit keluarga yang sangat terkenal di Hong Kong.
Keluarga Melwani telah menjahit baju untuk beberapa presiden Amerika hingga para aristokrat dan selebriti selama puluhan tahun. Di dinding kantornya, terpampang foto mereka yang pernah jadi pelanggannya, mulai dari Bill Clinton, George Bush dan Boris Johnson, hingga Bruno Mars, Russel Crowe, dan Meghan Markle.
Tetapi pandemi membuat banyak bisnis jahit Hong Kong yang dulu marak tidak mampu bertahan. Isolasi yang diberlakukan pemerintah kota itu baru mulai dicabut beberapa bulan lalu.
Akibatnya, toko jahit Melwani, Sam’s Tailor, mengandalkan penjualan online hampir sepanjang 2,5 tahun terakhir, jauh setelah pesaing mereka di Saville Row, Milan dan New York, mulai membuka bisnis kembali.
Melwani, penjahit generasi ketiga di keluarganya, mengatakan, “Sebelum pandemi, saya punya minimum 20 klien per hari, kadang-kadang 40 orang, hingga enam hari per minggu. Bayangkan jumlah penghasilan yang tidak dapat saya peroleh karena penutupan perbatasan.”
Usahanya mampu bertahan dengan melakukan livestreaming di berbagai platform, seperti Facebook, Instagram dan Tiktok. Dengan Tim, salah seorang kliennya di AS, misalnya. Sementara Melwani menjelaskan berbagai ekstra untuk melengkapi setelan jas berwarna merah anggur, para asisten sibuk mengarahkan ponsel mereka dari berbagai sudut dalam tayangan livestream sambil mencatat pilihan Tim. Pelanggan seperti Tim inilah yang membantu Sam’s Tailor bertahan.
Sebelum pandemi, para penjahit Hong Kong termasuk yang wajib dikunjungi banyak turis. Andy Chan, presiden Asosiasi Penjahit Hong Kong, menjelaskan alasannya kepada AFP, "Keahlian menjahit kami berasal dari Shanghai yang terkenal karena keahlian dengan reputasi tingkat dunia. Kedua, efisiensi. Kami dalam 24 jam dapat menyelesaikan satu setelan jas. Jadi semua turis yang datang ke Hong Kong dapat menginap semalam, lalu mereka dapat mengambil pesanan yang dibuat khusus untuk mereka. Dan ketiga, harganya ekonomis.”
Dalam beberapa tahun terakhir, industri jahit Hong Kong memang berjuang keras menghadapi industri massal dan penjualan online. Tetapi pandemi semakin memukul mereka.
Chan memperkirakan selama periode 2018-2021, lebih dari 50 persen bisnis jahit tutup. Ia menengarai penyebabnya adalah karena para penjahit tidak mau berubah mengikuti zaman, dan tidak mau memikirkan terobosan.
Hong Kong sendiri baru menghapus kewajiban karantina di hotel pada September lalu, ketinggalan jauh dari pesaingnya, seperti Singapura. Bahkan setelah itu pun, Hong Kong masih membatasi pergerakan turis selama tiga hari setelah kedatangan mereka, karena mereka harus menunggu hasil tes COVID. Langkah ini dicabut awal Desember lalu.
Roshan Melwani mengatakan ada saat-saat ketika ia merasa marah. Tetapi bagaimana pun, ia berusaha untuk tidak tinggal diam. [uh/ab]
Forum