Sesi khusus pertama di PBB yang membahas kebijakan global terhadap narkoba dalam hampir 20 tahun diwarnai ketegangan hari Selasa (19/4) mengenai hukuman mati untuk pelanggaran pidana terkait narkoba.
Hal ini berlangsung di saat negara-negara berkutat dalam pilihan untuk menekankan pada aspek kriminalisasi dan hukuman atau aspek kesehatan dan hak asasi manusia.
Dokumen yang diadopsi negara-negara anggota termasuk tidak adanya kritikan terhadap hukuman mati, dengan mengatakan bahwa negara-negara seharusnya menjamin bahwa hukuman "sesuai" dengan kejahatannya.
"Hukuman yang sesuai... menciptakan lingkaran setan marjinalisasi dan kejahatan lebih jauh," ujar Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto dalam pertemuan tersebut.
Ia juga menyerukan dekriminalisasi mariyuana untuk tujuan medis dan ilmiah dan mengatakan bahwa respon komunitas internasional terhadap isu-isu narkoba "terus terang tidak cukup."
Ia mengatakan Meksiko dalam beberapa hari lagi akan mengumumkan kebijakan-kebijakan spesifik terkait narkoba dengan penekanan pada kesehatan dan HAM.
Sedikitnya 685 orang di seluruh dunia dieksekusi untuk pelanggaran terkait narkoba tahun 2015, menurut Chiara Sangiorgio, ahli hukuman mati dari Amnesty International. Kelompok advokasi HAM itu mengatakan 30 negara memberlakukan hukuman mati bagi pelanggaran undang-undang narkoba.
Indonesia tahun lalu mengeksekusi 14 orang, sebagian besar orang asing, yang didakwa atas kejahatan terkait narkoba meskipun ada protes dari masyarakat internasional. Pemerintah beralasan bahwa hukuman mati tidak dilarang oleh hukum internasional.
China, yang bersama negara-negara seperti Arab Saudi dan Iran juga mengeksekusi untuk pelanggaran narkoba, memberi sinyal sedikit kelonggaran untuk pendekatannya.
"Bentuk apapun dari legalisasi narkotika harus ditentang," ujar Menteri Keamanan Publik Guo Shengkun dalam pertemuan tersebut.
Sebelum pertemuan yang berlangsung tiga hari tersebut, kandidat-kandidat calon presiden AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton dan Bernie Sanders, serta bintang rock Sting dan ratusan orang lainnya mengirim surat terbuka kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, yang menyatakan bahwa perang atas narkoba telah gagal.
Surat itu mengatakan bahwa selama puluhan tahun, pemerintah telah memfokuskan sumber-sumber daya untuk menekan penggunaan narkoba, yang menyebabkan pemenjaraan jutaan orang, sebagian besar miskin dan etnis minoritas, dan mayoritas merupakan pelanggaran tanpa kekerasan.
Para penandatangan, termasuk mantan-mantan presiden Meksiko, Kolombia, Brazil dan Swiss, bergabung dengan semakin banyaknya pejabat pemerintah dan analis kebijakan narkoba yang menyerukan pergeseran penekanan kebijakan narkoba global dari kriminalisasi ke kesehatan dan HAM. [hd/dw]