Para pemimpin Uni Eropa dan enam negara Teluk, Rabu (16/10) mengadakan KTT perdana dengan latar belakang gejolak di Timur Tengah dan berupaya menyatuan sikap dalam perang di Ukraina.
Sebelum KTT, para pejabat mengatakan kecil kemungkinan tercapainya pernyataan bersama yang kuat. Sebaliknya, para pemimpin Uni Eropa justru membuat komitmen umum untuk meningkatkan kerja sama antara kedua blok tersebut.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, “KTT hari ini terjadi pada saat yang kritis, konflik di sekitar kita menuntut tanggapan yang mendesak. Kita semua tahu betapa sulitnya mengatasi kepahitan perang, namun hal ini bisa dilakukan. Untuk memilih pertumbuhan daripada konflik, untuk menggantikan perang dengan kerja sama, dan untuk mengubah permusuhan menjadi peluang.”
Presiden Dewan Eropa Charles Michel juga menyerukan agenda positif pada masa depan. “Hari ini kita berkesempatan untuk mendiskusikan apa yang bisa kita lakukan untuk membangun agenda positif demi masa depan yang mengarah pada manfaat yang lebih konkret bagi warga negara kita dan mengembangkan peta jalan untuk kerja sama kita pada masa depan,” serunya.
Sementara itu, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Emir Qatar, mengulangi seruannya untuk segera dilakukannya gencatan senjata di Gaza dan Lebanon. “Kita membutuhkan penyelesaian untuk konflik-konflik ini. Kita perlu menemukan solusi untuk perjuangan Palestina berdasarkan legitimasi internasional, berdasarkan perbatasan tahun 1967,” jelasnya.
Komentar emir tersebut berbeda dengan negara-negara Uni Eropa, yang sudah kesulitan untuk menemukan kesepakatan mengenai perang Israel melawan Hamas dan Hizbullah.
Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara telah lama menjalin hubungan dengan Dewan Kerja Sama Teluk yang beranggotakan enam negara, termasuk Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Oman, dan Kuwait. [my/lt]
Forum