Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia dalam beberapa dekade terakhir telah mengeluarkan jutaan orang dari kemiskinan, namun berakibat buruk bagi keragaman hayati di wilayah ini.
Sebuah pertemuan Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) di Bangkok minggu ini memperingatkan bahwa kecuali negara-negara di Asia dapat bekerjasama untuk melindungi dengan lebih baik ekosistem-ekosistem yang menyusut di wilayah ini, banyak tumbuhan dan binatang akan menghadapi kepunahan.
Asia sekarang ini mencakup 40 persen dari hasil ekonomi global dan dua pertiga dari pertumbuhan global. Selain itu, sekitar 60 persen penduduk dunia tinggal di Asia, dengan populasi perkotaan diperkirakan mencapai 3,3 miliar tahun 2050, dari 1,9 miliar sekarang ini.
Namun pertumbuhan ekonomi yang pesat di wilayah ini telah berakibat buruk.
Lebih dari 1.400 tumbuhan dan hewan dianggap terancam secara kritis. Sekitar 95 persen terumbu karang di Asia Tenggara menghadapi risiko. Hutan bakau, lahan basah vital yang suatu kali menutupi puluhan ribu kilometer garis pantai di seluruh Asia, sekarang hilang lebih cepat dibandingkan di wilayah lain di dunia.
Presiden IUCN Zhang Xinsheng mengtakan ekosistem-ekosistem planet tidak lagi dapat mengelola tekanan-tekanan yang meningkat dan perlu ada upaya baru dari pemerintah-pemerintah untuk mengurangi kerugian.
"Dapatkan kita berkesinambungan dengan pola produksi (yang ada sekarang ini)? Dapatkah kita bertahan dengan tingkat konsumsi ini? Kita memerlukan kemauan politik, kesadaran umum, perubahan nilai. Kita harus mengkaji, merenung, mengubah pola produksi, model konsumsi, kita harus membangun masyarakat yang inklusif," ujarnya.
IUCN mendesak pemerintah-pemerintah, sektor swasta dan kelompok-kelompok non-pemerintah untuk bekerja lebih dekat dalam membangun solusi untuk masyarakat dan lingkungan alam.
Namun tantangannya, menurut Yeshey Dorji, Menteri Pertanian dan Kehutanan Bhutan, adalah untuk mengatasi pertimbangan-pertimbangan ekonomi jangka pendek yang biasanya menghambat upaya-upaya konservasi jangka panjang.
"Saya kira itulah tantangan terbesar untuk konservasi, seperti perburuan, perdagangan ilegal -- keuntungan ekonomi jangka pendek yang menjadi daya dorong utama," ujarnya.
Direktur IUCN wilayah Asia, Aban Marker Kabraji mentakan, tahun 2015 menandai titik balik untuk Asia dengan upaya mendesak untuk memanfaatkan inovasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi Asia dalam lima dekade terakhir dan menggunakannya untuk mengamankan kesejahteraan alam dan manusia.
Forum tiga hari di Bangkok itu merupakan langkah kunci menuju Kongres Konservasi Dunia yang mencakup lebih dari 88 negara anggota, yang akan digelar di Hawaii bulan September 2016.