Para meteri luar negeri dari kelompok tujuh negara maju akan memanfaatkan pembicaraan di Jepang pada minggu depan untuk mengkaji strategi mereka di Timur Tengah, demikian menurut sumber-sumber diplomatik pada Kamis (13/4). Perubahan strategis yang tidak mengikutsertakan kekuatan Barat menyebabkan mereka harus mengubah postur pengaruh di kawasan itu.
AS dan sekutunya, Eropa, terkejut pada Maret lalu setelah China berhasil memediasi sebuah kesepakatan antara Arab Saudi dan Iran, dua musuh bebuyutan, untuk membina kembali hubungan diplomatik. Kedua negara tersebut sebelumnya terlibat persaingan sengit selama bertahun-tahun yang memicu konflik di Timur Tengah.
Kerajaan Saudi juga merencanakan untuk mencairkan hubungan dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad, bergabung dengan beberapa negara Arab dalam mengakhiri isolasi kawasan terhadap Suriah meskipun muncul keberatan dari pihak Barat.
“Sebuah rekonfigurasi sedang berlangsung,” demikian kata sumber diplomatik Prancis.
Para menteri G7 Prancis, Inggris, Jerman, Italia, Kanada, AS dan Jepang akan bertemu di Jepang pada 16 sampai 18 April.
"Wilayah tersebut (Timur Tengah.red) tengah mengalami pergolakan yang serius, yang mungkin datang dari aspek krisis nuklir Iran, tapi juga rekomposisi keseimbangan geopolitik yang muncul dari kesepakatan Iran-Saudi-China. Kami dapat melihat sesuatu tengah terjadi pada Rusia setelah bencana gempa bumi," ujar sumber tersebut.
Sekutu Timur Tengah seperti Arab Saudi telah mempertanyakan komitmen keamanan AS terhadap wilayah Timur Tengah dan telah memilih untuk bersikap netral terhadap invasi Rusia di Ukraina, yang mendorong mereka untuk memperluas hubungannya, termasuk menjalin kontak dengan China, dibanding bergantung pada Barat.
"G7 harus mampu menjaga kepentiangan keamanannya, yang kebetulan tidak hanya berkaitan dengan keamanan regional, tetapi juga mencakup kemanan global," tambah sumber tersebut. [jm/lt/rs]
Forum