Dibayangi ancaman tindakan militer Israel terhadap Iran, diplomat-diplomat Iran dan internasional dalam beberapa minggu mendatang diperkirakan akan mencoba lagi membuka perundingan mengenai program nuklir Iran setelah macet selama tujuh bulan. Wartawan VOA Al Pessin melaporkan dari London bahwa Iran dan kelompok internasional punya pendirian awal yang sangat bertentangan menjelang perundingan-perundingan itu.
Kedua pihak ingin sebagian besar tuntutan mereka terpenuhi dan hanya menawarkan sedikit imbalan.
Meskipun Iran mengatakan program nuklirnya bertujuan damai, ada keprihatinan Iran semakin mendekati pembuatan bom nuklir.
Jadi lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman bermaksud membujuk Iran untuk mengakhiri pengayaan uraniumnya yang mendekati tahap pembuatan senjata dengan imbalan diperingannya sanksi-sanksi ekonomi. Iran ingin sanksi-sanksi itu dicabut sepenuhnya dengan imbalan dari sedikit konsesi mengenai program nuklir itu.
"Satu-satunya prospek bagi semacam terobosan bisa terjadi kalau kita bertemu di tengah-tengah," ujar Shashank Joshi, seorang Peneliti dari Royal United Services Institute di London .
Joshi menambahkan, "Pada dasarnya mensyaratkan pihak Barat untuk menawarkan pencabutan sanksi meskipun jenis sanksi yang terbatas, tidak sepenuhnya mencabut sanksi namun melakukannya secara bertahap, tentu dengan hati-hati dan bisa dibatalkan dan di pihak Iran untuk tidak mengabaikan pengayaan uraniumnya tapi melakukan pembatasan-pembatasan penting mengenai bagaimana dan di mana Iran melakukannya."
Tapi para analis mengatakan para pemimpin politik dari kedua pihak enggan dianggap lemah pada apa yang dianggap sebagai masalah kebanggaan dan keamanan nasional. Kata para pakar, itu artinya kompromi akan sulit dicapai.
Meski demikian Mark Fitzpatrick yang memimpin program proliferasi di Lembaga Internasional untuk Studi-studi Strategis mengatakan para pemimpin Iran berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk meringankan kesulitan yang makin dirasakan akibat sanksi-sanksi itu.
"Tekanan pada para pemimpin lebih dalam bentuk diskusi internal mengenai “apakah sudah saatnya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu” karena wiraswastawan dan para pengusaha terpukul. Dan banyak diantara mereka menyatakan bahwa sudah saatnya untuk mempertimbangkan kembali program itu," kata Fitzpatrick.
Melambannya program pengayaan bahan bakar nuklir Iran selama paruh kedua tahun lalu mengurangi keprihatinan atas kemungkinan serangan udara Amerika atau Israel tapi para analis yakin Iran bisa melanjutkan pekerjaannya, dan mungkin juga sudah melakukannya.
Jadi dengan tindakan militer kembali menjadi keprihatinan, ke dua pihak diperkirakan akan kembali mencoba ke meja perundingan. Tapi para pakar tidak yakin mereka siap untuk melakukan semacam kompromi yang bisa meredakan ketegangan dalam jangka panjang dan mengakhiri pembicaraan mengenai serangan-serangan.
Kedua pihak ingin sebagian besar tuntutan mereka terpenuhi dan hanya menawarkan sedikit imbalan.
Meskipun Iran mengatakan program nuklirnya bertujuan damai, ada keprihatinan Iran semakin mendekati pembuatan bom nuklir.
Jadi lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman bermaksud membujuk Iran untuk mengakhiri pengayaan uraniumnya yang mendekati tahap pembuatan senjata dengan imbalan diperingannya sanksi-sanksi ekonomi. Iran ingin sanksi-sanksi itu dicabut sepenuhnya dengan imbalan dari sedikit konsesi mengenai program nuklir itu.
"Satu-satunya prospek bagi semacam terobosan bisa terjadi kalau kita bertemu di tengah-tengah," ujar Shashank Joshi, seorang Peneliti dari Royal United Services Institute di London .
Joshi menambahkan, "Pada dasarnya mensyaratkan pihak Barat untuk menawarkan pencabutan sanksi meskipun jenis sanksi yang terbatas, tidak sepenuhnya mencabut sanksi namun melakukannya secara bertahap, tentu dengan hati-hati dan bisa dibatalkan dan di pihak Iran untuk tidak mengabaikan pengayaan uraniumnya tapi melakukan pembatasan-pembatasan penting mengenai bagaimana dan di mana Iran melakukannya."
Tapi para analis mengatakan para pemimpin politik dari kedua pihak enggan dianggap lemah pada apa yang dianggap sebagai masalah kebanggaan dan keamanan nasional. Kata para pakar, itu artinya kompromi akan sulit dicapai.
Meski demikian Mark Fitzpatrick yang memimpin program proliferasi di Lembaga Internasional untuk Studi-studi Strategis mengatakan para pemimpin Iran berada dalam tekanan yang makin meningkat untuk meringankan kesulitan yang makin dirasakan akibat sanksi-sanksi itu.
"Tekanan pada para pemimpin lebih dalam bentuk diskusi internal mengenai “apakah sudah saatnya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu” karena wiraswastawan dan para pengusaha terpukul. Dan banyak diantara mereka menyatakan bahwa sudah saatnya untuk mempertimbangkan kembali program itu," kata Fitzpatrick.
Melambannya program pengayaan bahan bakar nuklir Iran selama paruh kedua tahun lalu mengurangi keprihatinan atas kemungkinan serangan udara Amerika atau Israel tapi para analis yakin Iran bisa melanjutkan pekerjaannya, dan mungkin juga sudah melakukannya.
Jadi dengan tindakan militer kembali menjadi keprihatinan, ke dua pihak diperkirakan akan kembali mencoba ke meja perundingan. Tapi para pakar tidak yakin mereka siap untuk melakukan semacam kompromi yang bisa meredakan ketegangan dalam jangka panjang dan mengakhiri pembicaraan mengenai serangan-serangan.