Perusahaan-perusahaan China yang menjadi target pelarangan investasi oleh mantan presiden Donald Trump, sedang mempertimbangkan untuk menggugat pemerintah Amerika Serikat (AS) setelah hakim federal, Jumat (12/3), menangguhkan upaya memasukkan produsen ponsel pintar, Xiomi, ke dalam daftar hitam tersebut.
Pengacara yang mengetahui masalah tersebut mengatakan beberapa perusahaan China yang dilarang sedang melakukan pembicaraan dengan firma hukum, termasuk Steptoe & Johnson dan Hogan Lovells. Perusahaan-perusahaan itu mendapat angin dari perintah awal Hakim Distrik AS Rudolph Contreras yang menghentikan pencantuman Xiaomi dalam daftar terduga perusahaan militer China Komunis yang dikenai pelarangan investasi oleh AS.
Langkah pemerintah Trump yang memasukkan Xiaomi Corp ke daftar hitam akan memaksa investor untuk mendivestasi saham mereka di perusahaan itu. Akibat langkah Trump itu, Xiomi kehilangan pangsa pasar sebesar $10 miliar dan harga sahamnya anjlok sebanyak 9,5 persen pada Januari.
Contreras mencatat proses pemerintah AS yang "sangat cacat" karena memasukkan perusahaan dalam larangan investasi, hanya berdasarkan dua kriteria utama. Kriteria pertama, yaitu pengembangan teknologi 5G dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), yang menurut Departemen Pertahanan "penting untuk operasi militer modern.”
Kriteria kedua adalah penghargaan yang diberikan kepada pendiri dan CEO Xiaomi Lei Jun dari sebuah organisasi yang konon membantu pemerintah China menghilangkan hambatan antara sektor komersial dan militer.
Hakim mencatat bahwa teknologi 5G dan AI dengan cepat menjadi standar bagi konsumen elektronik, dan lebih dari 500 pengusaha telah menerima penghargaan yang sama dengan Lei sejak 2004, termasuk para pemimpin perusahaan susu formula.
“Fakta yang menyebabkan penunjukan Xiaomi hampir menggelikan, dan saya pikir itu benar-benar akan membuat beberapa perusahaan yang mencari keringanan yang sama,” kata pengacara Washington Brian Egan, mantan penasihat hukum di Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri yang juga bekerja di Steptoe.
Pemerintah AS, Selasa (16/3), mengatakan belum memutuskan "cara yang tepat" dalam kasus Xiaomi sehubungan dengan keputusan hakim.
Seorang juru bicara Departemen Kehakiman AS, yang membela kasus tersebut, menolak berkomentar. Seorang juru bicara Departemen Pertahanan mengarahkan agar pertanyaan diajukan ke Gedung Putih, yang juga belum menjawab.
Xiaomi dan 43 perusahaan lainnya masuk dalam daftar hitam pada bulan-bulan terakhir pemerintahan Trump. Daftar itu diamanatkan oleh undang-undang tahun 1999 yang mewajibkan Departemen Pertahanan untuk menerbitkan kompilasi perusahaan yang "dimiliki atau dikendalikan" oleh militer China.
Berusaha untuk memperkuat garis keras terhadap China dan membatasi gerak penggantinya dari Partai Demokrat, Joe Biden, dengan sejumlah kebijakan garis keras, Trump menandatangani perintah eksekutif. Perintah itu kemudian diperluas untuk melarang semua investor AS untuk memiliki saham di perusahaan yang disebutkan mulai 11 November 2021.
Perusahaan lain yang masuk dalam daftar hitam itu termasuk raksasa pengawasan video Hikvision, China National Offshore Oil Corp (CNOOC) dan pembuat cip kenamaan China, Semiconductor Manufacturing International Corp.
Luokung Technology Corp, perusahaan teknologi pemetaan yang juga masuk dalam daftar hitam, juga menggugat pemerintah AS awal bulan ini, dan diperkirakan akan meminta keringangan yang sama yang diberikan kepada Xiaomi. [ah/au/ft]