Dua orang lulusan baru dari perguruan tinggi di Amerika, Debora Queiroz Sena dan Mariam Topeshashvili tidak memiliki kehidupan yang istimewa ketika kanak-kanak di Brazil. Oleh karena itu, datang ke Amerika untuk belajar merupakan penyesuaian besar bagi mereka.
Debora Queiroz Sena yang berhasil masuk ke Babson College , sebuah perguruan tinggi bisnis di Wellesley, pinggirian Kota Boston, Massachusetts, yang didirikan pada 1919, dengan fokus pada pendidikan kewirausahaan.
“Jadi, ide untuk datang ke sini benar-benar berbeda dengan makna pindah ke sini. Saya mulai mencari tahu tentang diri saya sendiri, tentang nilai-nilai yang saya miliki di negara saya, tetapi saya rasa tidak lagi bisa diterapkan dalam kehidupan saya di sini," kata Debora yang lulus dari Babson College tahun ini.
Mariam Topeshashvili, sarjana lulusan Universitas Harvard pada 2019, sependapat dengan Sena.
“Saya kira tantangan terbesar bagi saya adalah budaya, khususnya di Harvard. Tahun pertama saya sangat sulit karena semua orang adalah yang terbaik dari sekolah mereka, dari kota mereka, dari negara bagian mereka, dan dari negara-negara mereka di dunia,” tutur Mariam.
Keluarga Mariam melarikan diri dari Georgia sebagai pengungsi politik ketika dia berusia empat tahun. Mereka akhirnya tinggal di daerah kumuh yang disebut “favela” di Kota Rio de Janeiro, Brazil.
Debora, yang berasal dari kota Salvador, provinsi Bahia di Brazil, bermimpi datang untuk belajar di Amerika Serikat juga, tetapi keluarganya tidak mampu membayar biayanya.
Baik Debora maupun Mariam berpartisipasi dalam program EducationUSA yang disponsori oleh Departemen Luar Negeri Amerika, yang memperkenalkan para pemuda dari berbagai negara untuk mengenal perguruan tinggi dan universitas Amerika.
Debora menemukan tempat kuliah di Babson College di Massachusetts, sebuah sekolah bisnis terkenal.
Debora Queiroz Sena, lulusan Babson College tahun 2019 menjelaskan tentang nasib baiknya.
“Peluang mengubah segalanya. Saya kira setiap orang dilahirkan dengan kemampuan tertentu untuk berpikir dan merasionalisasi. Tetapi, karena orang diberi kesempatan yang berbeda, mereka melakukan melakukan pekerjaan yang berbeda," papar Debora.
"Setelah dua tahun kuliah di Babson, pada saat itulah saya merasa, seperti, ‘OK, sekarang kita berada di level yang sama,” ujarnya.
Selama tahun terakhirnya, Mariam bersama-sama mendirikan perusahaan rintisan pengiriman bahan makanan di Brazil yang baru saja menghasilkan $5 juta atau sekitar Rp71 miliar.”
Mariam berencana untuk kembali ke Brazil dan memperluas perusahaannya, dan juga membantu para pengungsi lain dengan bekerja keras mencipktakan peluang seperti yang dimilikinya setelah meninggalkan Georgia.
“Ada banyak orang yang meragukan mimpi saya. Ketika saya pertama kali mengatakan kepada rekan-rekan saya di sekolah menengah bahwa saya ingin belajar di Harvard, mereka benar-benar menertawakan saya," kata Mariam
"Dan, sejujurnya, tidak pernah terlintas di benak saya bahwa saya akan bisa kuliah Harvard juga. Saya pikir ada dua cara agar seseorang bisa kuliah di Amerika: Pertama adalah jika orang tua saya pindah ke Amerika. Yang kedua adalah jika orang tua saya kaya,” tambahnya.
Sedangkan untuk Debora, ia akan tetap tinggal di Amerika dan bekerja untuk Ernst & Young di Boston, perusahaan akuntan dan konsultasi merger dan akuisisi. Di Ernst & Young, Debora mengantongi penghasilan 10 kali lipat dari yang didapatnya di Brazil. [lt]