Paus Fransiskus mengingatkan para pemimpin Papua Nugini pada Sabtu (7/9) bahwa kekayaan sumber daya alam harus memberi manfaat bagi "seluruh komunitas." Seruan tersebut menyinggung isu politik di Papua Nugini, di mana banyak pihak yang merasa kekayaan negara tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal kepada rakyat atau bahkan dicuri.
Papua Nugini kaya akan emas, tembaga, nikel, gas alam, dan kayu, sehingga banyak perusahaan besar dari seluruh dunia tertarik untuk berinvestasi di sana.
Namun, sekitar satu dari empat orang hidup di negara itu berada di bawah garis kemiskinan, dan hanya lebih dari 10 persen rumah yang memiliki listrik.
"Sumber daya ini ditakdirkan oleh Tuhan untuk seluruh komunitas," kata Paus kepada sekelompok politisi, diplomat, dan pemimpin bisnis pada hari pertama kunjungan penuhnya ke negara di Pasifik Selatan tersebut.
Paus yang berusia 87 tahun tersebut melakukan kunjungan maraton selama 12 hari ke Asia-Pasifik. Ia bertekad untuk menekankan dialog antaragama dan mengunjungi negara-negara yang dianggap berada di pinggiran urusan dunia.
Pernyataan Paus tersebut akan menambah tekanan pada pemerintah Papua Nugini dan bahkan berpotensi mendorong jutaan umat Katolik di negara tersebut menuntut reformasi ekonomi.
Paus menekankan bahwa meskipun "para pakar dari luar dan perusahaan internasional raksasa harus terlibat dalam pemanfaatan sumber daya ini," mereka tidak boleh menjadi satu-satunya pihak yang meraih manfaat.
"Sudah sepantasnya kebutuhan masyarakat setempat dipertimbangkan dengan serius saat mendistribusikan hasil dan mempekerjakan pekerja, untuk meningkatkan kondisi hidup mereka," katanya.
Pesan Paus itu adalah pesan yang pasti akan bergema di hati umat Katolik di seluruh Afrika, Amerika Latin, dan seluruh dunia.
Tetap Miskin
Selama beberapa dekade, tambang-tambang besar yang dikelola oleh perusahaan dari Kanada, Australia, dan China memenuhi Dataran Tinggi Papua Nugini.
Perusahaan Amerika Serikat, ExxonMobil, sedang menjalankan proyek gas senilai $19 miliar. Sejak dimulai pada 2014, proyek tersebut telah menghasilkan puluhan juta ton gas alam cair.
Perusahaan Prancis TotalEnergies sedang mengembangkan proyek gas bernilai miliaran dolar lainnya.
Namun, para ekonom melihat sumber daya alam tersebut kurang benar-benar dirasakan oleh masyarakat di Papua Nugini.
Sebuah studi terbaru dari Bank Dunia menunjukkan bahwa antara 2009 dan 2018, produk domestik bruto per kapita Papua Nugini tumbuh lebih dari sepertiga akibat ledakan sektor sumber daya alam.
Namun, selama periode yang sama, persentase orang yang hidup dengan kurang dari $2 per hari hampir tidak berubah.
Lingkaran Kekerasan
Paus Fransiskus juga meminta secara tegas kepada para pemimpin Papua Nugini untuk membantu "menghentikan lingkaran" kekerasan suku yang telah merenggut banyak nyawa dan membuat puluhan ribu orang mengungsi.
"Saya sangat berharap kekerasan suku akan berakhir," katanya.
"Kekerasan ini merenggut banyak korban, mencegah orang hidup dalam damai, dan menghambat pembangunan."
Sulit untuk memperkirakan jumlah korban tewas selama puluhan tahun kerusuhan suku antarklan.
Namun, badan-badan PBB memperkirakan bahwa sekitar 100.000 orang terpaksa mengungsi akibat kekerasan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Masuknya tentara bayaran dan senjata otomatis telah membuat bentrokan semakin mematikan. Dulu, busur, tombak, dan pentungan adalah senjata utama, tetapi kini para anggota suku menggunakan senapan SLR, AK-47, dan M16.
Pembunuhan sering kali sangat kejam, dengan korban dibacok dengan parang, dibakar, dimutilasi, atau disiksa.
Warga sipil, termasuk wanita hamil dan anak-anak, sering menjadi sasaran.
Tentara bayaran berkeliaran di desa-desa, menawarkan bantuan kepada suku-suku untuk menyelesaikan konflik dengan musuh suku mereka, dengan imbalan uang tunai.
Pemerintah Papua Nugini yang kewalahan telah menerapkan berbagai upaya, termasuk penindakan, mediasi, amnesti senjata, dan strategi lainnya, untuk mengendalikan kekerasan. Namun, usaha-usaha tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan. [ah/ft]
Forum