Setelah berbulan-bulan merencanakan dan menunggu liburan tradisional ini, para mahasiswa ini pergi Miami Beach, di Florida. Namun mereka harus gigit jari.
Rencana itu batal pada tengah minggu karena pemerintahan kota memberlakukan pembatasan orang berkumpul, penutupan pantai, restoran-restoran dan bar-bar di tengah kekhawatiran akan virus corona.
“Ini benar-benar mengacaukan liburan musim semi saya. Apa yang harus saya lakukan selain pergi ke bar atau pantai? Dan mereka menutup semuanya. Benar-benar membuat saya resah, dan mereka membesar-besarkannya saja. Ini keterlaluan,” ujar Brianna Leeder, mahasiswi berusia 21 tahun dari Wisconsin.
Namun pakar kesehatan memperingatkan, mereka tidak saja menjadi ancaman bagi sesame pelajar dengan menggelar pesta-pesta ini, mereka juga akan membawa virus ini pulang ke tempat mereka tinggal.
“Yang parah, dalam situasi ini mereka kemungkinan besar sudah terpapar COVID-19. Ketika mereka pulang ke rumah orang tua mereka, mereka harus melakukan isolasi selama paling sedikit 14 hari. Mungkin mereka merasa kebal, tetapi masalahnya adalah, mereka sudah menjadi alat angkut virus ini,” papar Dina Borzokowski, profesor ilmu kesehatan di Universitas Maryland.
Namun dr. Borzokowski mengatakan, hal ini menyulitkan para anak-anak muda itu. Pasalnya, mereka harus pulang ke rumah orang tua masing-masing pada saat kampus-kampus mereka ditutup dan pembelajaran kini berlangsung online.
“Populasi mahasiswa ini yang paling kecil akan memperoleh suntikan antiflu, mereka juga paling kecil kemungkinan memasang sabut pengamanan di mobil," kata Dina.
"Mereka paling besar kemungkinan menyalahgunakan minuman beralkohol dan berperilaku yang berisiko. Jadi ini merupakan populasi yang sulit ditangani ketika kita dihadapkan pada sebuah krisis,” imbuh Dina.
Dan setelah diberlakukan aturan-aturan baru ini, ini akan menjadi semakin sulit mengingat liburan musim semi mereka yang sudah lama ditunggu-tunggu kini mendadak dibatalkan. [ew/my]