Petani Scott Halpin tahun ini menghadapi harga bibit dan pupuk yang tinggi, dan harga jagung dan kedelai, hasil panen dari pertaniannya di luar kota Morris, Illinois, yang rendah.
“Peralatan mahal,” kata Halpin kepada VOA sementara dia beristirahat dari memuat bibit ke dalam alat penanam merek John Deere miliknya. “Tanah mahal, dan biayanya besar untuk melakukan penanaman.”
Sementara petani Amerika melakukan kegiatan tanam tahun ini, mereka dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang disebabkan oleh ancaman China untuk memberlakukan bea impor terhadap hasil panen mereka, sebuah langkah balasan ditengah-tengah rencana pemberlakuan tarif pada impor aluminium dan baja China.
Situasi itu merupakan perkembangan terakhir dalam pertikaian perdagangan yang diamati dengan penuh kecemasan oleh petani-petani Amerika.
Departemen Pertanian Amerika atau USDA memproyeksikan pendapatan dari sektor pertanian pada 2018 akan turun ke level terendah dalam 12 tahun terakhir.
Setiap tarif bea impor yang diberlakukan China bisa berdampak pada harga kedelai, dan pada akhirnya, juga keuntungan petani seperti Scott Halpin ini.
“Kedelai kurang dari setengah panen kami yang berganti-ganti,” kata Halpin. “Kedelai sangat penting sebagai unsur operasi pertanian kami disini.”
Selain itu, ada keprihatinan baru bahwa pembeli di China, konsumen kedelai terbesar di dunia, malahan sudah menghentikan pembelian kedelai dari Amerik sebelum tarif diberlakukan.
Untuk Halpin, berita buruk tidak habis-habisnya.
Banyak ketidakpastian, tetapi akan bisa dihadapi, kata Phil Flynn, analis pasar senior di Price Futures Group dan pakar di Fox Business News. [jm/ps]