Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik yang diusulkan oleh Presiden AS Joe Biden kepada negara-negara Asia menunjukkan pendekatan baru AS terhadap perdagangan di kawasan itu. Para petani AS optimistis Kerangka Kerja ini akan menyediakan pasar baru untuk produk pertanian yang mereka hasilkan.
Sebelum Pemilihan Presiden AS 2016, petani Brian Duncan dari Illinois berharap Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) sebuah persetujuan perdagangan antara AS dan negara-negara yang mengelilingi Samudra Pasifik akan meningkatkan permintaan terhadap produk pertanian dan ternak babinya.
“Permintaan akan daging babi sangat besar di negara-negara Asia, wilayah yang mengelilingi Samudra Pasifik, dan saya menunggu-nunggu peluang apa yang ada untuk penjualan daging babi di belahan dunia itu,” ujarnya.
Tetapi kemudian dukungan untuk TPP menurun di AS di tengah klaim para pengkritik bahwa persetujuan itu akan merugikan industri manufaktur Amerika.
Ketika Trump yang mengecam keras persetujuan itu menjadi presiden pada 2016, harapan akan peluncuran TPP punah.
“Peran TPP adalah untuk melawan pengaruh ekonomi Tiongkok yang semakin besar dan memposisikan AS sebagai kekuatan positif di kawasan. Mitra-mitra dagang Amerika melangkah maju tanpa kita, mereka telah meninggalkan kita dalam perdagangan,” tambah Duncan.
Bukan hanya para petani yang kecewa. Max Baucus mantan senator AS dari Montana, mengatakan, “Ketika kita menarik diri dari TPP, kita benar-benar melepaskan kepemimpinan dan menciptakan sebuah kekosongan besar di Asia Tenggara.”
Max Baucus kini adalah ketua dari kelompok advokasi Farmers for Free Trade. Ia berbicara pada pertemuan virtual tentang usaha pemerintahan Biden untuk melibatkan kembali negara-negara Asia dalam perdagangan dengan AS. "Penting untuk membentuk sebuah kekuatan ekonomi untuk melawan China. Itu penting dan itu adalah maksud pembentukan TPP,” imbuhnya.
Mark Gebhards adalah pejabat eksekutif Illinois Farm Bureau dan dia mengatakan, “Kami telah mendesak pemerintahan Biden dengan kuat agar melakukan lebih banyak upaya dalam membangun akses pasar.”
Gebhards mengatakan prakarsa Presiden Biden berupa Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF) yang diumumkan Mei lalu merupakan langkah tepat. Kerangka itu akan memperdalam hubungan ekonomi AS dan 12 negara Asia: Australia, Brunei, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
“Manfaat buat kita adalah peningkatan akses pasar di negara-negara yang sangat penting, yang berkeinginan dan berminat besar pada produk pertanian kita. Untuk petani kita, para anggota kami, ada manfaat langsung di sana,” kata Gebhards.
Gebhard ingin perundingan itu memberikan hasil nyata. “Kami ingin mendesak pemerintahan Biden untuk menanggapi isu akses pasar. Bagus kalau ada pembicaraan, langkah pertama yang baik, tetapi kami benar-benar merasa bahwa harus ada persetujuan perdagangan nyata, khususnya di tengah berkecamuknya konflik di Ukraina dan berbagai hal yang berlangsung di dunia saat ini.”
Petani Brian Duncan pun sangat mengharapkan kemajuan, “Sebuah persetujuan, bagaimanapun kecilnya, lebih baik ketimbang tidak ada apa-apa, dan saya mendukungnya,” tukasnya.
Menurut Gedung Putih, kerangka kerja sama 12 negara itu mewakili 40 persen PDB global.
Kata Duncan, “Enam puluh persen dari penduduk dunia akan berada di negara-negara Indo-Pasifik itu. Dan mereka akan terus tumbuh.”
Untuk sementara, Duncan optimistis bahwa pengganti Kemitraan Trans-Pasifik akan jadi dieksekusi. “Saya rasa kini ada harapan lagi dan kesadaran bahwa perdagangan internasional sangat penting.” [jm/rd]