Tanggal 22 November, rakyat Amerika merayakan hari Thanksgiving atau hari bersyukur, yang bermula dari festival panen pada abad ke-17 oleh pemukim koloni Eropa. Kalkun panggang menjadi sajian utama.
Namun keturunan kalkun liar yang menjadi hidangan orang Amerika kala itu, kini hampir punah, digantikan hewan peliharaan yang lebih besar, lebih cepat tumbuh dan lebih murah untuk diternakkan. Di seluruh dunia, banyak keturunan ternak tradisional punah karena industri produksi daging mengambil alih produsen kecil. Tetapi ada juga yang mencoba melestarikan varietas lama mereka sebagai jaminan masa depan yang tidak pasti.
Rachel Summers menernak sekawanan kecil kalkun di Peternakan Crowfoot, sekitar satu jam dari Washington. Kalkun-kalkun itu disebut Standard Bronze. Menurut Summers, kalkun-kalkun itu bersejarah.
Ia mengatakan, "Kalkun-kalkun itu adalah jenis kalkun yang biasa kita temukan di peternakan pada zaman kolonial."
Kini kita bisa melihat kalkun-kalkun itu di peternakan yang dikelola seperti pada abad ke-18, misalnya di Peternakan Claude Moore Colonial di luar kota Washington. Summers mulai menjadi sukarelawan di peternakan itu ketika baru berumur 11 tahun. Sejak itu, ia semakin mencintai dan menghargai kalkun.
"Ketika saya tahu lebih banyak tentang sejarah kalkun-kalkun ini dan tempat mereka di dunia sekarang ini, saya menyadari betapa langka kalkun-kalkun ini dan betapa penting menjaga mereka," paparnya.
Julie Long, peneliti kalkun pada Departemen Pertanian Amerika, mengatakan, unggas komersial sekarang ini dibiakkan supaya dagingnya banyak, lalu disilangkan dengan varietas serba putih supaya kulitnya mulus.
Unggas warisan keturunan hampir punah. Sekarang ini jumlah kalkun Standard Bronze kurang dari 10.000, menurut konservasi unggas ternak Amerika, American Livestock Breeds Conservancy.
Di banyak bagian dunia, ternak unggas lokal terancam. Salah satu alasannya, efisiensi berternak memusnakan keragaman serta dilakukan demi memenuhi permintaan yang semakin besar akan protein hewani.
Tetapi, kata Long, adalah salah bila unggas warisan itu dibiarkan punah.
Mempertahankan genetika kalkun asli itu bisa memberi ketahanan pada kondisi lingkungan yang semakin sulit akibat perubahan iklim, atau ketahanan terhadap penyakit baru, atau kemampuan lebih baik untuk mencari makan sendiri karena biaya pakan komersial naik.
Salah satu faktor pendorong untuk menyelamatkan unggas keturunan yang langka ini, menurut pakar, berasal dari permintaan di dapur.
John Critchley adalah juru masak eksekutif pada Restauran Urbana di pusat kota Washington. Ia lebih suka unggas warisan daripada unggas standar di pasar swalayan.
Kini semakin banyak juru masak dan pengunjung restoran yang menginginkan cita rasa yang menurut mereka telah hilang akibat pertanian modern.
Penjualan kalkun warisan untuk perayaan Thanksgiving meningkat. Rachel Summers berharap celah pasar ini akan membantu melestarikan tidak hanya rasa daging kalkun, tetapi juga ciri-ciri lain yang berguna dari unggas warisan ini.
Seperti halnya Thanksgiving, yang mengedepankan tradisi, kalkun warisan terkait dengan menghidupkan kembali tradisi.
Namun keturunan kalkun liar yang menjadi hidangan orang Amerika kala itu, kini hampir punah, digantikan hewan peliharaan yang lebih besar, lebih cepat tumbuh dan lebih murah untuk diternakkan. Di seluruh dunia, banyak keturunan ternak tradisional punah karena industri produksi daging mengambil alih produsen kecil. Tetapi ada juga yang mencoba melestarikan varietas lama mereka sebagai jaminan masa depan yang tidak pasti.
Rachel Summers menernak sekawanan kecil kalkun di Peternakan Crowfoot, sekitar satu jam dari Washington. Kalkun-kalkun itu disebut Standard Bronze. Menurut Summers, kalkun-kalkun itu bersejarah.
Ia mengatakan, "Kalkun-kalkun itu adalah jenis kalkun yang biasa kita temukan di peternakan pada zaman kolonial."
Kini kita bisa melihat kalkun-kalkun itu di peternakan yang dikelola seperti pada abad ke-18, misalnya di Peternakan Claude Moore Colonial di luar kota Washington. Summers mulai menjadi sukarelawan di peternakan itu ketika baru berumur 11 tahun. Sejak itu, ia semakin mencintai dan menghargai kalkun.
"Ketika saya tahu lebih banyak tentang sejarah kalkun-kalkun ini dan tempat mereka di dunia sekarang ini, saya menyadari betapa langka kalkun-kalkun ini dan betapa penting menjaga mereka," paparnya.
Julie Long, peneliti kalkun pada Departemen Pertanian Amerika, mengatakan, unggas komersial sekarang ini dibiakkan supaya dagingnya banyak, lalu disilangkan dengan varietas serba putih supaya kulitnya mulus.
Unggas warisan keturunan hampir punah. Sekarang ini jumlah kalkun Standard Bronze kurang dari 10.000, menurut konservasi unggas ternak Amerika, American Livestock Breeds Conservancy.
Di banyak bagian dunia, ternak unggas lokal terancam. Salah satu alasannya, efisiensi berternak memusnakan keragaman serta dilakukan demi memenuhi permintaan yang semakin besar akan protein hewani.
Tetapi, kata Long, adalah salah bila unggas warisan itu dibiarkan punah.
Mempertahankan genetika kalkun asli itu bisa memberi ketahanan pada kondisi lingkungan yang semakin sulit akibat perubahan iklim, atau ketahanan terhadap penyakit baru, atau kemampuan lebih baik untuk mencari makan sendiri karena biaya pakan komersial naik.
Salah satu faktor pendorong untuk menyelamatkan unggas keturunan yang langka ini, menurut pakar, berasal dari permintaan di dapur.
John Critchley adalah juru masak eksekutif pada Restauran Urbana di pusat kota Washington. Ia lebih suka unggas warisan daripada unggas standar di pasar swalayan.
Kini semakin banyak juru masak dan pengunjung restoran yang menginginkan cita rasa yang menurut mereka telah hilang akibat pertanian modern.
Penjualan kalkun warisan untuk perayaan Thanksgiving meningkat. Rachel Summers berharap celah pasar ini akan membantu melestarikan tidak hanya rasa daging kalkun, tetapi juga ciri-ciri lain yang berguna dari unggas warisan ini.
Seperti halnya Thanksgiving, yang mengedepankan tradisi, kalkun warisan terkait dengan menghidupkan kembali tradisi.