BEIJING —
Ketua Dewan Direksi Google Eric Schmidt meninggalkan Beijing dengan penerbangan komersial Senin (7/1) menuju Pyongyang, Korea Utara, negara dengan kebijakan Internet paling ketat di dunia.
Schmidt ingin melihat sendiri situasi ekonomi dan media sosial di negara komunis tersebut dalam kunjungan pribadinya itu, ujar anggota delegasinya, meski pejabat di Washington tidak begitu senang dengan jadwal kunjungan tersebut.
Schmidt, ketua dewan direksi salah satu perusahaan Internet terbesar di dunia, merupakan eksekutif AS paling ternama yang mengunjungi Korea Utara sejak pemimpin muda Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan setahun yang lalu.
Schmidt merupakan bagian dari delegasi Amerika yang dipimpin oleh mantan gubernur New Mexico Bill Richardson, yang telah mengunjungi Korea Utara lebih dari enam kali dalam 20 tahun terakhir. Richardson menyebut kunjungan tersebut misi kemanusiaan pribadi.
“Ini bukan kunjungan Google, tapi saya yakin ia tertarik dengan beberapa isu ekonomi di sana, aspek media sosial. Itu sebabnya kita bergabung untuk itu,” ujar Richardson tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Kita akan bertemu dengan para pemimpin politik, pemimpin ekonomi, dan militer Korea Utara. Kita akan mengunjungi beberapa universitas. Kita tidak mengontrol kunjungan ini. Mereka yang akan memberitahukan jadwal kita saat kita tiba di sana,” ujarnya.
Richardson mengatakan delegasi tersebut berencana mencari tahu tentang warga Amerika keturunan Korea yang ditahan di sana. Mantan duta besar AS itu menambahkan ia berharap dapat mengusahakan para tahanan tersebut kembali ke rumah.
Pemerintah AS sendiri khawatir kunjungan Schmidt tersebut dapat meningkatkan reputasi Kim Jong Un, di saat Washington mencoba memberinya tekanan menyusul peluncuran roket jarak jauh bulan lalu yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Para pejabat AS juga khawatir kunjungan yang menonjol seperti itu dapat membuat sekutu-sekutu Amerika di Asia bingung dan memberi kesan adanya pergeseran dalam kebijakan AS di saat pemerintah bersiap memilih pengganti Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton.
“Kami kira waktu kunjungannya tidak tepat dan mereka tahu sudut pandang kita,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Victoria Nuland pekan lalu.
Richardson mengatakan Departemen Luar Negeri tidak seharusnya gelisah. Ia mengatakan khawatir dengan rencana nuklir Korea Utara dan ingin mencoba membahas hal itu dan mengarahkan Korea Utara ke “arah yang benar.”
Kunjungan empat hari tersebut merupakan yang pertama bagi seorang eksekutif Google ke Korea Utara, dan terjadi hanya beberapa hari setelah Kim Jong Un mengumumkan tujuan-tujuan kebijakannya untuk Korea Utara dalam pidato tahun baru yang panjang. Ia menyatakan ingin mengembangkan sains dan teknologi sebagai cara untuk meningkatkan ekonomi negara sebagai salah satu tujuan kunci 2013.
Ikut mendampingi Schmidt adalah Jared Cohen, mantan penasihat kebijakan dan perencanaan Departemen Luar Negeri AS yang mengepalai lembaga pemikiran Google yang berbasis di New York. Keduanya bekerja sama menulis buku mengenai peran Internet dalam membentuk masyarakat dengan judul “The New Digital Age (Era Digital Baru” yang terbit April. (AP)
Schmidt ingin melihat sendiri situasi ekonomi dan media sosial di negara komunis tersebut dalam kunjungan pribadinya itu, ujar anggota delegasinya, meski pejabat di Washington tidak begitu senang dengan jadwal kunjungan tersebut.
Schmidt, ketua dewan direksi salah satu perusahaan Internet terbesar di dunia, merupakan eksekutif AS paling ternama yang mengunjungi Korea Utara sejak pemimpin muda Kim Jong Un mengambil alih kekuasaan setahun yang lalu.
Schmidt merupakan bagian dari delegasi Amerika yang dipimpin oleh mantan gubernur New Mexico Bill Richardson, yang telah mengunjungi Korea Utara lebih dari enam kali dalam 20 tahun terakhir. Richardson menyebut kunjungan tersebut misi kemanusiaan pribadi.
“Ini bukan kunjungan Google, tapi saya yakin ia tertarik dengan beberapa isu ekonomi di sana, aspek media sosial. Itu sebabnya kita bergabung untuk itu,” ujar Richardson tanpa menjelaskan lebih lanjut.
"Kita akan bertemu dengan para pemimpin politik, pemimpin ekonomi, dan militer Korea Utara. Kita akan mengunjungi beberapa universitas. Kita tidak mengontrol kunjungan ini. Mereka yang akan memberitahukan jadwal kita saat kita tiba di sana,” ujarnya.
Richardson mengatakan delegasi tersebut berencana mencari tahu tentang warga Amerika keturunan Korea yang ditahan di sana. Mantan duta besar AS itu menambahkan ia berharap dapat mengusahakan para tahanan tersebut kembali ke rumah.
Pemerintah AS sendiri khawatir kunjungan Schmidt tersebut dapat meningkatkan reputasi Kim Jong Un, di saat Washington mencoba memberinya tekanan menyusul peluncuran roket jarak jauh bulan lalu yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Para pejabat AS juga khawatir kunjungan yang menonjol seperti itu dapat membuat sekutu-sekutu Amerika di Asia bingung dan memberi kesan adanya pergeseran dalam kebijakan AS di saat pemerintah bersiap memilih pengganti Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton.
“Kami kira waktu kunjungannya tidak tepat dan mereka tahu sudut pandang kita,” ujar juru bicara Departemen Luar Negeri Victoria Nuland pekan lalu.
Richardson mengatakan Departemen Luar Negeri tidak seharusnya gelisah. Ia mengatakan khawatir dengan rencana nuklir Korea Utara dan ingin mencoba membahas hal itu dan mengarahkan Korea Utara ke “arah yang benar.”
Kunjungan empat hari tersebut merupakan yang pertama bagi seorang eksekutif Google ke Korea Utara, dan terjadi hanya beberapa hari setelah Kim Jong Un mengumumkan tujuan-tujuan kebijakannya untuk Korea Utara dalam pidato tahun baru yang panjang. Ia menyatakan ingin mengembangkan sains dan teknologi sebagai cara untuk meningkatkan ekonomi negara sebagai salah satu tujuan kunci 2013.
Ikut mendampingi Schmidt adalah Jared Cohen, mantan penasihat kebijakan dan perencanaan Departemen Luar Negeri AS yang mengepalai lembaga pemikiran Google yang berbasis di New York. Keduanya bekerja sama menulis buku mengenai peran Internet dalam membentuk masyarakat dengan judul “The New Digital Age (Era Digital Baru” yang terbit April. (AP)