Seorang petinju muda perempuan Botswana telah menentang kejanggalan dalam olahraga yang didominasi pria, untuk menjadi petinju perempuan pertama di negara itu dalam cabang olahraga tinju.
Sadie Kenosi, berusia 22 tahun baru-baru ini menjadi petinju pertama di dunia yang mendapat tempat di Olimpiade yang semestinya diadakan pada bulan Juli di Tokyo.
Sadie Keamogetse Kenosi sedang naik daun. Perempuan berusia 22 tahun dari Botswana ini telah menjadi petinju wanita pertama yang mewakili negaranya di Olimpiade.
"Saya suka berkelahi di sekolah, sepertinya seminggu tidak akan berlalu tanpa terlibat dalam perkelahian. Pelatih pertama saya memanggil saya karena dia melihat saya dihukum di ruang guru (sekolah), karena memukul anak-anak lain. Jadi dia merekrut saya untuk bergabung dalam olahraga tinju walaupun pada awalnya saya tidak setuju," kata Sadie.
Akhirnya, dia setuju dan dengan cepat menjadi petinju yang mengesankan. Kenosi memenangkan medali emas pada pertandingan Pemuda Afrika tahun 2014. Namun sebagai juara junior Afrika dalam olahraga yang didominasi pria, ia menghadapi tantangan.
"Hanya beberapa perempuan di Botswana terjun dalam olahraga tinju, sukar untuk berlatih tinju. Kami harus berusaha lebih keras dan karena lebih sedikit perempuan yang ikut, disitulah kesulitannya," kata Sadie.
Pelatih tim nasional Kenosi, Lechedzani 'Master' Luza mengatakan, kemenangannya dalam olahraga itu mengilhami perempuan-perempuan muda lainnya.
"Sulit, tapi sekarang saya percaya dia telah membuat kemajuan. Semua anak muda di sana telah melihatnya, mereka telah melihat prestasinya dan prestasi perempuan lain yang ada dalam olahraga tinju," kata Lechedzani.
Seorang penganjur untuk mendapatkan lebih banyak perempuan dalam olahraga, Keenese Katisenge mengatakan, Kenosi adalah pelopor.
"Ini adalah prestasi yang membantu kami untuk mendorong perempuan dalam olahraga. Ini adalah prestasi yang memudahkan kami kami untuk menghilangkan hambatan dan memulai percakapan atau melanjutkan percakapan tentang pentingnya partisipasi perempuan dan anak perempuan dalam olahraga," ujar Keenese Katisenge.
Tapi Kepala Eksekutif Komite Olimpiade Nasional negara itu, Tuelo Serufho mengatakan, hambatan budaya masih menjadi masalah.
"Di Botswana, anak perempuan,sering kali harus menjaga adik-adik mereka. Mereka juga diharapkan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga lainnya. Hambatan kedua, fasilitas olahraga kami belum aman untuk anak perempuan," jelas Tuelo Serufho.
Pihak berwenang berharap prestasi Kenosi dapat membuka jalan bagi lebih banyak anak perempuan, untuk berperan serta terutama dalam olahraga kontak seperti tinju dan rugby. [ps/ii]