Para pemimpin politik Australia meminta maaf kepada staf yang telah mengalami intimidasi, pelecehan, dan serangan seksual selama puluhan tahun di dalam Gedung Parlemen dan kantor-kantor pemerintah lainnya.
Pejabat ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat pada Selasa (8/2) menyampaikan permintaan maaf itu atas nama berbagai pihak sebagai bagian dari pernyataan yang mengakui budaya tempat kerja yang beracun. Budaya itu terungkap dalam hasil penyelidikan Komisioner Kate Jenkins atas Diskriminasi Seks.
Penyelidikan dipicu oleh mantan staf pemerintah Brittany Higgins, yang tahun lalu mengumumkan tuduhan bahwa dia telah diperkosa oleh seorang rekan yang lebih senior di kantor Gedung Parlemen beberapa minggu sebelum pemilu 2019. Higgins mengatakan dia merasa harus membuat pilihan apakah melaporkan tuduhannya ke polisi atau terus berkarier. Dia berhenti dari pekerjaannya pada Januari tahun lalu dan melaporkan tuduhannya ke polisi.
Higgins adalah satu dari tujuh perempuan yang diberi pengecualian dari larangan terkait pandemi. Ia duduk di galeri publik DPR pada Selasa (8/2) dan Perdana Menteri Scott Morrison berterima kasih kepadanya atas keberaniannya dalam membuat tuduhan.
"Saya meminta maaf. Kami meminta maaf. Saya meminta maaf kepada Nona Higgins atas hal-hal buruk yang terjadi di sini," kata Morrison kepada parlemen.
Kantor berita Associated Press biasanya tidak mengidentifikasi tersangka korban kekerasan seks, tetapi Higgins memilih untuk mengidentifikasi dirinya di media.
Lebih dari 1.700 orang menyampaikan tuduhan dan tertuang dalam laporan Jenkins. Mereka adalah staf yang dulu dan sekarang. Hasil penyelidikan menunjukkan 37% orang yang kini bekerja di parlemen telah mengalami intimidasi dan 33% pernah mengalami pelecehan seksual.
Mantan kolega Higgins, Bruce Lehrmann, menyatakan tidak bersalah atas tuduhan hubungan seks tanpa persetujuan. Ia dijadwalkan diadili di pengadilan Canberra pada Juni. [ka/uh]