Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Selasa (7/12) menolak klaim bahwa dia secara pribadi ikut campur dalam memprioritaskan evakuasi hewan penyelamat ketika Kabul ‘jatuh’ ke tangan Taliban pada Agustus lalu.
Pemerintah Inggris pada Selasa (7/12) dikecam atas klaim whistleblower yang menuduh bahwa Kantor Luar Negeri Inggris meninggalkan banyak warga dari negara sekutunya di Afghanistan dan menyerahkan nasib mereka pada belas kasih Taliban yang menguasai wilayah ibu kota Afghanistan, Kabul, karena upaya evakuasi yang gagal dan kacau.
Dalam bukti yang menyesakkan yang diberikan kepada komisi parlemen, sang whistleblower Raphael Marshall mengatakan ribuan orang memohon bantuan melalui email yang dibiarkan tidak terbaca antara 21 dan 25 Agustus.
Mantan pegawai Kementerian Luar Negeri itu memperkirakan bahwa hanya 5 persen warga Afghanistan yang mendaftar untuk melarikan diri di bawah satu program Inggris, yang menerima bantuan. Ia mengatakan bahwa pada satu titik, dia satu-satunya orang yang memantau email yang masuk.
Berbicara kepada media Inggris di selatan Kota London, Johnson memuji operasi penyelamatan pemerintahnya, menyebutnya "tugas yang benar-benar luar biasa". Namun, ia mengakui bahwa "terkadang keputusan perlu waktu berjam-jam lebih lama dari yang kita inginkan" dalam proses evakuasi dari Kabul.
Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus lalu, Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara lain bergegas mengevakuasi warga Afghanistan yang telah bekerja dengan pasukan Barat dan pasukan lainnya yang menghadapi risiko pembalasan kekerasan.
Inggris berhasil menerbangkan 15.000 orang ke luar negeri dalam dua minggu, dan pemerintah mengatakan telah membantu lebih dari 3.000 lainnya meninggalkan Afghanistan. Tetapi Skema Pemukiman Kembali Afghanistan yang diumumkan pemerintah Inggris pada Agustus dengan tujuan membawa 20.000 orang lagi ke Inggris, belum berjalan. [ka/jm]