Enam bulan lebih setelah Inggris memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa, Perdana Menteri Inggris Theresa May akhirnya menyampaikan arti keputusan itu, yaitu Inggris akan memutuskan hubungan dengan Eropa dan meninggalkan pasar tunggalnya yang mencakup 500 juta orang.
Dalam pidatonya yang paling rinci sejak pemilu 23 Juni, May hari Selasa (17/1) mengatakan Inggris harus meraih kembali kontrol atas UU dan perbatasannya, sementara ia menyerukan kepada Uni Eropa untuk merundingkan perjanjian perdagangan bebas yang akan menguntungkan kedua belah pihak.
“Kami tidak menginginkan keanggotaan pasar tunggal,” kata May dalam pidatonya yang sangat ditunggu-tunggu. “Sebaliknya, kami menghendaki akses sebesar mungkin melalui perjanjian perdagangan bebas baru, menyeluruh, tegas dan ambisius.”
May untuk pertama kalinya berjanji bahwa parlemen Inggris akan bisa memutuskan mengenai perjanjian final yang dicapai antara Inggris dan Uni Eropa, kemungkinan pada tahun 2019. Meski demikian ia tidak menyampaikan apa yang terjadi jika parlemen menolak perjanjian itu.
Anjloknya poundsterling awal minggu ini dipicu oleh kekhawatiran dampak ekonomi akibat “Brexit yang keras.” Namun, May menolak istitah “Brexit yang keras” demikian juga sebaliknya kompromi “Brexit lunak”. Ia menegaskan bahwa hubungan baru didasarkan atas perdagangan bebas antara Inggris dan Uni Eropa.
“Kami ingin membeli barang-barang Uni Eropa, menjual barang kami, melakukan perdagangan dengan Uni Eropa sebebas mungkin dan saling bekerja sama untuk memastikan kita semua lebih aman dan lebih makmur dengan berlanjutnya persahabatan,” kata May.
Sebagai upaya untuk meredakan kekhawatiran bahwa Brexit akan berarti Inggris lebih terisolasi, May mengatakan ingin negara itu menjadi “lebih kuat, lebih adil lebih bersatu dan lebih berwawasan luas" dari pada sebelumnya.
Ketua Partai Buruh, Jeremy Corbyn mengatakan May tampaknya memperingatkan bahwa May siap untuk menjadikan Inggris “mengenakan yang rendah bagi perusahaan besar, ekonomi berdasar tawar menawar di luar Eropa” jika Uni Eropa tidak memberi apa yang diinginkannya.
Ketua Partai Demokrat Liberal, Tim Farron menyebut pidato itu gabungan antara angan-angan semu dan ancaman tak bergigi terhadap tetangga terdekat Inggris. [my/ds]