Tautan-tautan Akses

PM Israel Netanyahu Hadapi Tantangan Politik dalam Perjalanannya ke Washington


Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem, 16 Juli 2024.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem, 16 Juli 2024.

PM Israel Benjamin Netanyahu bertolak menuju Washington, Senin (22/7). Ia meninggalkan perang brutal di negaranya untuk menyampaikan pidato yang secara politik sulit di hadapan Kongres AS, pada waktu ketidakpastian besar setelah mundurnya Joe Biden dalam pemilihan presiden.

Dengan berlanjutnya upaya untuk mewujudkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, meningkatnya kekhawatiran perang itu meluas ke Lebanon dan Yaman, serta AS berada di tengah kampanye pemilu yang memusingkan, pidato Netanyahu berpotensi menimbulkan kekacauan di kedua belah pihak.

Risiko itu meningkat dengan keputusan Biden pada hari Minggu untuk mundur dari pencalonan presiden, terutama karena pilihan calon penggantinya dan pemimpin potensial mendatang Amerika masih belum jelas.

Sebelum memasuki pesawat, Netanyahu mengatakan ia akan menekankan tema bipartisan Israel dalam pidatonya dan mengatakan Israel akan tetap menjadi sekutu utama Amerika di Timur Tengah “terlepas dari siapa yang dipilih rakyat Amerika sebagai presiden mendatang mereka.”

“Dalam masa perang dan ketidakpastian ini, penting untuk diketahui musuh-musuh Israel bahwa Amerika dan Israel bersatu,” katanya. Ia menambahkan bahwa ia akan bertemu Biden dalam kunjungannya dan berterima kasih kepada Biden atas dukungannya bagi Israel.

Seseorang yang mengetahui jadwal Biden mengukuhkan pada hari Minggu bahwa presiden AS itu akan menerima Netanyahu di Gedung Putih. Pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang untuk berkomentar secara terbuka, mengatakan, kapan persisnya pertemuan itu belum ditetapkan karena Biden sedang dalam masa pemulihan dari COVID-19.

FILE - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat ia berpidato di depan pertemuan gabungan Kongres di Capitol Hill, Washington, 3 Maret 2015. (Andrew Harnik/AP)
FILE - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat ia berpidato di depan pertemuan gabungan Kongres di Capitol Hill, Washington, 3 Maret 2015. (Andrew Harnik/AP)

Netanyahu dijadwalkan berpidato di Kongres pada hari Rabu. Ia juga dijadwalkan bertemu dengan Wakil Presiden Kamala Harris, yang berupaya menjadi kandidat presiden Partai Demokrat.

Netanyahu akan menyampaikan pidatonya di Kongres dengan mengincar beberapa audiens: mitra-mitra pemerintahan ultranasionalisnya, yang penting bagi keberlanjutan politiknya; pemerintahan Biden, yang diandalkan Netanyahu untuk dukungan diplomatik dan militernya, dan Partai Republik pimpinan Donald Trump, yang mungkin menawari Netanyahu perubahan hubungan jika ia terpilih kembali pada bulan November.

Kata-katanya berisiko membuat berang salah satu konstituennya itu, yang tidak akan dapat ditanggung pemimpin Israel itu jika ia berharap akan mempertahankan kekuasaannya yang lemah.

“Ada beberapa ranjau dan jebakan dalam kunjungan ini,” kata Eytan Gilboa, pakar hubungan AS-Israel di Bar-Ilan University, Israel, sebelum keputusan Biden untuk mundur dari pencalonan presiden. “Ia dianggap sebagai ahli politik yang tahu cara lolos dari jebakan. Saya tidak yakin apakah ia masih tahu cara melakukannya.”

Ini adalah pidato keempat Netanyahu di Kongres, lebih banyak daripada pemimpin dunia mana pun. Dalam pidatonya, mitra-mitra pemerintahan ekstrem kanannya akan ingin mendengar tekadnya untuk melanjutkan perang dan menggulingkan Hamas.

Pemerintahan Biden akan menginginkan kemajuan ke arah proposal gencatan senjata yang didukung AS dan rincian pascaperang. Partai Republik berharap Netanyahu menjelek-jelekkan Biden dan memperkuat persepsi calon Partai Republik sebagai pendukung setia Israel.

Perang itu, yang dipicu oleh serangan Hamas 7 Oktober di Israel Selatan, telah menguji hubungan Israel dengan sekutu-sekutu utamanya yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pemerintahan Biden telah mendukung teguh Israel. Tetapi pemerintahan Biden semakin khawatir dengan perilaku militer Israel, berlanjutnya kesulitan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, terutama setelah dermaga militer AS di lepas pantai Gaza hanya berumur pendek, serta kurangnya rencana Israel pascaperang dan kerusakan yang ditimbulkan terhadap warga sipil di Gaza.

Kekhawatiran serupa kemungkinan besar akan tetap ada jika rakyat Amerika memilih presiden baru dari partai Demokrat. Biden awal tahun ini membekukan pengiriman beberapa jenis bom tertentu karena khawatir akan digunakan dalam serangan Israel di kota di bagian selatan Gaza, Rafah, yang ketika itu menampung lebih dari separuh dari 2,3 juta orang penduduk Gaza.

AS abstain dari pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB pada bulan Maret yang menyerukan gencatan senjata dan pembebasan sandera tetapi tidak mengaitkan kedua hal itu. Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai “kemunduran” dari “posisi prinsip” sekutu Israel.

Biden sendiri harus melakukan penyeimbangan. Ia telah menghadapi kritik keras dari anggota progresif partai Demokrat dan banyak warga Amerika keturunan Arab. Bahkan pemimpin fraksi mayoritas di Senat, Chuck Schumer, pejabat tertinggi AS keturunan Yahudi, mengecam Netanyahu pada Maret lalu terkat caranya menangani perang.

Beberapa anggota Demokrat kemungkinan besar akan menunjukkan kemarahan mereka terhadap Biden dan Netanyahu dengan melewatkan pidatonya hari Rabu. Netanyahu kemungkinan besar juga akan dibuntuti para aktivis pro-Palestina selama kunjungannya.

Terakhir kali Netanyahu berbicara di Kongres pada tahun 2015 adalah atas undangan Partai Republik. Kunjungan ini membuat politik Israel-Amerika semakin dalam ke perpecahan partisan sewaktu Netanyahu mencela perjanjian nuklir Iran yang diupayakan presiden AS ketika itu, Barack Obama. [uh/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG