PM Jepang Shinzo Abe, Jumat (28/8), mengatakan ia berencana mengundurkan diri karena kesehatannya yang memburuk.
Berbicara kepada wartawan di Tokyo, Abe mengatakan ia telah memutuskan untuk meletakkan jabatan karena kambuhnya penyakit kolitis ulseratifnya. Ini adalah penyakit yang mengakhiri masa jabatan pertamanya pada tahun 2007.
Abe, yang masa jabatannya seharusnya berakhir pada September 2021, diperkirakan akan tetap menjabat hingga ketua baru partai, yang akan menjadi perdana menteri, dipilih dan disetujui parlemen.
Spekulasi mengenai pengunduran diri Abe muncul awal tahun ini, sewaktu ia mengunjungi sebuah rumah sakit di Tokyo untuk pemeriksaan kesehatan. Tidak ada rincian yang disampaikan kepada masyarakat ketika itu.
Abe yang berusia 65 tahun mengaku memiliki penyakit kolitis ulseratif sejak remaja, dan mengatakan ia menjalani perawatan untuk penyakit ini.
Hari Senin lalu, Abe menjadi perdana menteri yang paling lama menjabat di Jepang dalam hitungan jumlah hari ia berkuasa, memecahkan rekor Eisaku Sato, yang menjabat 2.798 hari mulai dari tahun 1964 hingga 1972.
Indeks saham acuan Nikkei Tokyo ditutup dengan penurunan 1,5 persen hari Jumat setelah laporan mengenai niat Abe itu.
Politik konservatif Abe membuatnya sebagai sosok kontroversial di Asia Timur. Para pengecamnya di Korea Selatan dan China kerap menuduhnya melakukan revisi sejarah atas apa yang dianggap sebagai upaya untuk mengaburkan agresi Jepang pada awal abad ke-20.
Sebagian pengamat mengatakan kesan tersebut dibesar-besarkan. “Musuh-musuh Abe menganggapnya sebagai reinkarnasi militerisme,” sebut Robert Dujarric, direktur Institut Kajian Asia Kontemporer Universitas Temple kampus Tokyo, dalam emailnya kepada VOA.
Dujarric mencatat bahwa bahkan beberapa dari sebagian besar pendukung sayap kanan Abe keliru menganggapnya sebagai “orang yang akan memulihkan tempat sah Jepang di dunia.” “Kenyataannya adalah ia bersikap sangat pragmatis konservatif, hanya meningkatkan sumber daya yang dialokasikan untuk angkatan bersenjata dengan sangat sedikit, tidak terlibat dalam perselisihan dengan China dan terus bersikap low profile dalam masalah keamanan internasional,” tulis Dujarric.
Dujarric telah mengemukakan keraguan bahwa kepergian Abe akan memberi Tokyo kesempatan untuk meningkatkan hubungan dengan Seoul atau Beijing.
Perdana menteri yang segera mengakhiri jabatannya ini telah berjanji akan memperbaiki konstitusi damai Jepang, yang sebagian besar disusun oleh pasukan AS menyusul kekalahan Tokyo dalam Perang Dunia II.
Upaya mereformasi itu, serta dukungannya bagi sekutu-sekutu politik yang mengunjungi Kuil Yasukuni, sebuah monumen perang di Tokyo, membuat banyak warga Korea Selatan berpandangan negatif mengenai Abe, sebut Kim Eun-bin, wartawan peliput Jepang untuk Newspim.
Kunjungan ke kuil itu oleh para pejabat terkemuka Jepang membuat marah China dan Korea Selatan, yang menganggap Yasukuni sebagai simbol militerisme Jepang dan mengingatkan tentang kekejaman masa perang. Kuil itu dibangun untuk menghormati 2,5 juta orang Jepang yang gugur dalam perang, termasuk beberapa yang divonis sebagai penjahat perang dari Perang Dunia II.[uh/ab]