Para saksi mata peristiwa penembakan, pelemparan granat dan serangan bom bunuh diri di gedung pengadilan yang terletak di pusat perbelanjaan Islamabad, Senin lalu menyatakan, polisi tidak bisa melindungi korban dari serangan militan.
Sejumlah pakar keamanan telah menyatakan aparat kepolisian yang efektif sangat diperlukan untuk melawan pemberontakan di Pakistan.
Seorang mantan inspektur-jenderal polisi, yang meminta untuk dipanggil Ahmed, mengungkapkan bahwa kepolisian mempunyai pengalaman, tetapi tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi berbagai ancaman.
Ahmed mengatakan, “Kecuali jika pemerintah pusat dan daerah Pakistan bersungguh-sungguh menyiapkan kepolisian, terutama meningkatkan kapasitasnya. Polisi akan kesulitan memenuhi harapan masyarakat dan bangsa Pakistan, serta dunia internasional.”
Untuk menenangkan masyarakat, Menteri Informasi Pakistan Pervaiz Rashid Selasa kemarin menyatakan, pemerintah sedang mengimpor kendaraan penyingkiran bom dan meningkatkan keamanan melawan terorisme di perkotaan.
Berdasarkan informasi dari media pemerintah, saat terjadinya serangan Senin lalu, 47 polisi sedang bertugas. Salah satunya tewas karena bom.
Menteri Dalam Negeri Chaudry Nisar Ali Khan mengakui, polisi tidak siap menghadapi serangan teroris.
Menurut Ali Khan, Militer Pakistan telah dilatih dan diberi motivasi untuk menghadapi situasi perang semacam ini, tetapi kepolisian dan pasukan sipil bersenjata tidak dilatih untuk menghadapi serangan seperti ini.
Serangan berdarah tersebut, terjadi hanya dua hari setelah persekutuan kelompok militan Tehreek-e-Taliban, mengumumkan gencatan senjata untuk memulai pembicaraan perdamaian dengan pemerintah.
Serangan itu diklaim dilakukan oleh kelompok ekstrimis yang mengabaikan ajakan Taliban untuk melakukan genjatan senjata, menargetkan ruang pengadilan yang penuh orang, sebagai simbol sistem hukum Pakistan. Kebanyakan korban tewas adalah pengacara dan hakim.
Duta Besar Amerika untuk Pakistan, Richard Olson Selasa kemarin mengutuk serangan tersebut sebagai tindakan terorisme tercela dan menyampaikan duka citanya untuk keluarga korban.
Sejumlah pakar keamanan telah menyatakan aparat kepolisian yang efektif sangat diperlukan untuk melawan pemberontakan di Pakistan.
Seorang mantan inspektur-jenderal polisi, yang meminta untuk dipanggil Ahmed, mengungkapkan bahwa kepolisian mempunyai pengalaman, tetapi tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi berbagai ancaman.
Ahmed mengatakan, “Kecuali jika pemerintah pusat dan daerah Pakistan bersungguh-sungguh menyiapkan kepolisian, terutama meningkatkan kapasitasnya. Polisi akan kesulitan memenuhi harapan masyarakat dan bangsa Pakistan, serta dunia internasional.”
Untuk menenangkan masyarakat, Menteri Informasi Pakistan Pervaiz Rashid Selasa kemarin menyatakan, pemerintah sedang mengimpor kendaraan penyingkiran bom dan meningkatkan keamanan melawan terorisme di perkotaan.
Berdasarkan informasi dari media pemerintah, saat terjadinya serangan Senin lalu, 47 polisi sedang bertugas. Salah satunya tewas karena bom.
Menteri Dalam Negeri Chaudry Nisar Ali Khan mengakui, polisi tidak siap menghadapi serangan teroris.
Menurut Ali Khan, Militer Pakistan telah dilatih dan diberi motivasi untuk menghadapi situasi perang semacam ini, tetapi kepolisian dan pasukan sipil bersenjata tidak dilatih untuk menghadapi serangan seperti ini.
Serangan berdarah tersebut, terjadi hanya dua hari setelah persekutuan kelompok militan Tehreek-e-Taliban, mengumumkan gencatan senjata untuk memulai pembicaraan perdamaian dengan pemerintah.
Serangan itu diklaim dilakukan oleh kelompok ekstrimis yang mengabaikan ajakan Taliban untuk melakukan genjatan senjata, menargetkan ruang pengadilan yang penuh orang, sebagai simbol sistem hukum Pakistan. Kebanyakan korban tewas adalah pengacara dan hakim.
Duta Besar Amerika untuk Pakistan, Richard Olson Selasa kemarin mengutuk serangan tersebut sebagai tindakan terorisme tercela dan menyampaikan duka citanya untuk keluarga korban.