Petugas kepolisian melakukan penggeledahan terhadap salah satu rumah di Jalan Jangka, Kelurahan Sei Putih Barat, Kecamatan Medan Petisah. Rumah tersebut diketahui alamat domisili dari RMN (24) pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Rabu (13/11). Setelah melakukan penggeledahan, petugas kemudian membawa tiga orang yang merupakan keluarga dari pelaku bom bunuh diri. Namun polisi enggan memberikan keterangan tentang diboyongnya tiga orang tersebut.
Kepala Lingkungan III Kelurahan Sei Putih Barat, Putra mengatakan polisi hanya mencari informasi soal RMN. Diketahui rumah yang menjadi alamat domisili pelaku bom bunuh diri itu adalah milik kakeknya.
"Tadi hanya nanya-nanya informasi sebatas hubungan bibinya dengan Dede (panggilan pelaku). Sudah berapa lama di sini waktu dia menikah tinggal di mana tapi bibinya sudah lupa," katanya.
Lanjut Putra, pelaku bom bunuh diri sempat tinggal di kawasan itu. Namun, ia pindah ke kawasan Medan Marelan pada tahun 2018 setelah menikah. RMN kabarnya sempat menjadi sopir ojek online, dan berjualan bakso bakar.
"Di sini sering gabung dengan kawan-kawannya, dan aktif di kegiatan keagamaan. Setelah ia menikah pindah ke Marelan tapi detailnya tidak tahu karena urus surat pindahnya bukan sama saya," ungkapnya.
Tim Jibom SatBrimob dari Polda Sumut juga melakukan penggeledahan di kediaman RMN di Medan Marelan. Rumah itu disewa dan baru ditempati RMN selama sebulan.
Sementara pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta menanggapi tentang pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Medan yang tergolong masih muda yaitu berusia 24 tahun. Kata Stanislaus, anak muda di Indonesia kerap dijadikan target oleh kelompok terorisme. Generasi muda dimanfaatkan oleh kelompok terorisme sebagai sasaran propaganda dan radikalisme.
"Itu (propaganda dan radikalisme) diberikan secara acak lewat internet dan memang kecenderungannya anak muda yang dalam usia rawan butuh eksistensi mudah terkena paparan ini. Fenomena terorisme ini mungkin menarik bagi mereka, ada heroisme tersendiri yang terjadi aksi-aksi sebelumnya," kata Stanislaus.
Di Indonesia tercatat beberapa kali pelaku aksi terorisme pernah dilakukan oleh generasi muda di bawah usia 25 tahun seperti pelaku bom Hotel JW Marriot (2009), serangan Rutan Mako Brimob (2018), dan penyerangan gereja di Medan (2016).
"Banyak anak muda yang terjerat radikalisme seperti ini. Biasanya pelaku lone wolf aksi teror ini memang radikalismenya karena pengaruh internet bukan karena kelompok. Jadi mereka terpapar di internet lalu mempelajari sendiri kemudian melakukan aksi," jelas Stanislaus.
Mantan narapidana kasus terorisme yang pernah ditangkap oleh Densus 88 pada tahun 2010, Khairul Ghazali mengatakan serangan bom bunuh diri di Polrestabes Medan merupakan kebangkitan solidaritas di kalangan kelompok teror untuk melakukan amaliah jihad.
"Bom di Polrestabes Medan infonya anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD) yang terkait ISIS. Ini terkait juga dengan rencana pembunuhan terhadap Wiranto yang dilakukan orang Medan. Kematian Al-Baghdadi pemimpin ISIS jadi balas dendam terhadap yang dianggap musuh terdekat. Ke depan aparat akan terus menjadi sasaran. Apalagi kelompok Medan termasuk jaringannya besar," jelas Ghazali.
Pada waktu yang sama, polisi juga melakukan pemeriksan di sebuah rumah toko di Pasar 2 Marelan. Rumah tersebut merupakan kediaman Andi, mertua dari RMN. [aa/lt]