Ribuan polisi Hong Kong diperkirakan akan mengelilingi taman utama dan berpatroli di jalan-jalan kota itu pada Jumat (4/6) untuk mencegah berkumpulnya orang-orang yang ingin memperingati kekerasan yang dilakukan pasukan China di dan sekitar Lapangan Tiananmen, di Beijing.
Sejumlah kritikus mengatakan peningkatan kewaspadaan itu merupakan tanda-tanda berakhirnya kebebasan berbicara dan berkumpul yang sebelumnya dihargai di Hong Kong, dan menjadikan pusat keuangan dunia itu lebih sejalan dengan kontrol ketat yang dilakukan pemerintah China daratan.
Hong Kong – bekas jajahan Inggris yang dijanjikan akan memiliki otonomi penuh dari China setelah dikembalikan ke pemerintah China pada 1997 – biasanya melangsungkan upacara peringatan terbesar bagi para korban Tiananmen.
Namun, dengan alasan perebakan pandemi virus corona, polisi telah melarang penyelenggaraan peringatan itu selama dua tahun berturut-turut. Polisi tidak mengatakan apakah peringatan Tiananmen itu akan melanggar undang-undang keamanan nasional, yang diberlakukan China pada 2020 untuk membuat wilayah yang paling bergolak itu kembali mematuhi aturan China yang otoriter.
Aliansi Hong Kong Untuk Mendukung Gerakan Demokratik Patriotik di China, yang mengelola peringatan tahunan itu, mengatakan akan membatalkan seruan agar orang-orang berkumpul di Victoria Park dan tidak melangsungkan peringatan secara virtual seperti pada 2020. Ketua aliansi itu, Lee Cheuk-yan, kini dipenjara karena melangsungkan pertemuan secara ilegal.
Museum 4 Juni di Hong Kong pada Rabu (2/6) mengatakan akan menutup untuk sementara tempat itu setelah para pejabat dari Departemen Makanan dan Lingkungan Higienis mengatakan museum itu tidak memiliki izin untuk menggelar hiburan umum.
“Selama 32 tahun terakhir ini, selama berdirinya Aliansi Hong Kong ini, kami tidak pernah melakukan suatu hal yang ilegal dan membahayakan negara ini dan Hong Kong,” ujar Mak Hoi-wah kepada kantor berita Reuters. Ia adalah salah seorang pendiri aliansi itu, yang juga telah membantu mengelola museum itu setelah Lee dipenjara.
Pusat judi dunia, Macau, juga melarang segala bentuk kegiatan pada 4 Juni ini.
Sementara di Taiwan, yang diperintah secara demokratis, sebuah paviliun peringatan didirikan di Liberty Square di Taipei di mana orang-orang dapat meletakkan bunga dan tetap menjaga pembatasan sosial. Sebuah instalasi seni dengan 64 lampu juga dinyalakan di tengah lapangan itu.
Taiwan, Kamis (3/6), menyerukan China untuk mengembalikan kekuasaan ke tangah rakyat dibanding mengambil tindakan keras terhadap mereka.
China tidak pernah memberikan laporan lengkap tentang aksi kekerasan tahun 1989 itu. Jumlah korban tewas yang disampaikan pejabat China beberapa hari setelah insiden itu mencapai 300 orang, sebagian besar tentara. Namun, kelompok-kelompok HAM dan sejumlah saksi mata mengatakan korban tewas mungkin mencapai ribuan orang. [em/lt]