Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang mengatakan kepolisian harus memproses secara hukum semua pelaku kekerasan. Ini menyusul kekerasan yang dilakukan polisi terhadap jurnalis yang sedang meliput aksi buruh tidak jauh dari Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8) lalu.
Junimart menjelaskan proses hukum tersebut mutlak dilakukan untuk mencegah kekerasan serupa terjadi pada masa mendatang. Tidak terkecuali, pelakunya berasal dari institusi Polri.
"Siapapun itu kalau sudah menyangkut kekerasan atau merugikan hak asasi manusia tentu harus diproses. Tanpa kita harus membuat opini (jurnalis) harus dilindungi," jelas Junimart saat dihubungi VOA, Minggu (18/8).
Junimart menambahkan aparat polisi juga tetap tidak boleh melakukan kekerasan meskipun dengan alasan sedang bertugas. Senada pengacara publik LBH Pers, Gading Yonggar Ditya juga mendesak kepolisian untuk segera menuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis tersebut. Menurutnya, pelaku kekerasan dapat dijerat dengan KUHP dan UU Pers dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
"Kalau melihat situasi kemarin, itu tidak hanya kekerasan tapi upaya penghalangan kerja jurnalistik. Yang dua-duanya merupakan delik pidana yakni di KUHP dan UU Pers," kata Gading kepada VOA, Minggu (18/8).
Gading menambahkan LBH Pers juga mendorong kepolisian untuk menindaklanjuti Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri menjadi Peraturan Kapolri. Tujuannya aturan ini dapat menjadi pedoman yang mengikat bagi personel kepolisian yang bertugas di lapangan dan bersentuhan dengan jurnalis.
Ia juga mendorong Komisi III DPR untuk memaksimalkan fungsi pengawasan terhadap kinerja Polri, termasuk meminta penjelasan soal audit internal terkait kinerja Polri. Sebab, kata dia, publik selama ini tidak mengetahui hasil dari audit internal yang dilakukan Polri.
Menanggapi hal ini, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, kasus kekerasan ini sedang ditangani Propam Polda Metro Jaya. Kata dia, Polri juga akan berdialog dengan para jurnalis untuk mendapatkan solusi permanen agar kekerasan serupa tidak terulang kembali.
"Bila perlu seperti di luar negeri setiap rekan-rekan media yang meliput di lapangan pakai rompi tanda pengenal yang jelas. Kalau ada yang melakukan biar ditindak tegas," jelas Dedi melalui pesan online, Minggu (18/8/2019).
Dedi mengatakan juga telah memberikan arahan kepada jajarannya untuk mencegah kasus terulang kembali. Ini dilakukan setelah jurnalis di Bandung mengalami kekerasan oleh polisi saat May Day 2019 lalu.
Anggota polisi masih mendominasi menjadi pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Selain kasus ini, AJI Jakarta mencatat ada 7 pelaku kekerasan diduga anggota Polri dari 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada aksi Pilpres pada 21-22 mei lalu.
Data AJI juga menyebut, selama Januari-Desember 2018, polisi juga menjadi pelaku terbanyak dengan 15 kasus dari 64 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. (sm/jm)