Humas Mabes Polri, Argo Yuwono, menyatakan polisi menangkap RPS di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/4) malam. Dia ditangkap dengan tuduhan menyebarkan provokasi lewat Whatsapp.
“Ada saksi inisial DR yang menyampaikan laporan ke Polda Metro Jaya bahwa dia menerima WA, dari seseorang dengan nomor 081 sekian-sekian. WA itu isinya adalah mengajak tindakan untuk melakukan kegiatan tidak diperbolehkan oleh UU,” ujarnya dalam konferensi pers.
Argo menyebut, RPS diamankan saat akan naik ke dalam kendaraan berplat corps diplomatique (CD) milik Kedutaan Besar Belanda. Bersama RPS, seorang warga negara Belanda berinisial RS pun turut diperiksa polisi.
Namun 11 organisasi sipil dalam Koalisi Anti Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus menduga kuat kasus Ravio tersebut hanya rekayasa. Koalisi ini digawangi antara lain LSM HAM KontraS, ICW, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan organisasi kebebasan berekspresi SAFEnet.
Ravio Sempat Mengadu WA-nya Diretas
Pegiat SAFEnet, Ellen Kusuma, menyatakan Ravio sempat mengadu soal akun Whatsapp-nya yang diretas pada Selasa (22/4) siang. Ravio mengatakan menerima pesan OTP (one time password) yang menunjukkan bahwa seseorang mencoba masuk Whatsapp menggunakan nomornya.
“Dia sudah mulai khawatir tidak bisa mengakses Whatsapp-nya, dan dia mengecek SMS-nya dia menerima OTP. Dia mencoba login kembali ke akun Whatsapp-nya, namun sudah dicoba berkali-kali, dia terus menerus gagal untuk login kembali,” ujar Ellen kepada VOA.
Ellen menceritakan, ketika Ravio sudah bisa mengakses akun Whatsapp-nya, dia menerima pesan-pesan ancaman akan dilaporkan ke polisi dari nomor-nomor tidak dikenal. Ketika Ravio meminta nomor-nomor tersebut mengirimkan tangkapan layar percakapan, terdapat pesan provokasi untuk melakukan penjarahan.
“Ternyata nomor handphone Whatsapp-nya (Ravio) itu digunakan untuk mengirimkan pesan provokatif ke beberapa nomor yang tidak dikenal oleh RPS sendiri,” jelas Ellen.
Malam harinya, jelas Ellen, Ravio mengatakan seseorang sedang mencarinya. Hal itu sesuai pernyataan penjaga indekosnya. Yang bersangkutan pun sempat menghubungi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan Komnas HAM untuk berjaga-jaga. Ravio sempat mengabari sedang akan evakuasi ke rumah aman, namun kemudian tidak dapat dihubungi selama 12 jam.
Selain itu, Ravio sempat ditelepon beberapa kali oleh nomor tidak dikenal.
“Kalau ditelusuri dengan True Caller, bisa merujuk pada beberapa anggota kepolisian,” ungkapnya.
Karena itu, pihaknya berkesimpulan bahwa Ravio dijebak. Koalisi ini pun meminta Ravio dibebaskan dari apa yang disebut sebagai ’tindakan-tindakan pembungkaman kepada warga negara’.
"Kami melihat dan meyakini motif penyebaran itu adalah plotting untuk menempatkan Ravio sebagai salah satu pihak yang dijebak seolah-olah akan membuat kerusuhan," ujar pernyataan bersama koalisi tersebut.
Koalisi juga mendesak polisi mengusut pelaku peretasan.
"Polri seharusnya menangkap pihak-pihak yang telah meretas handphone Ravio dan menyebarkan hoax kerusuhan dengan menggunakan WA Ravio, bukan menangkap Ravio,” desak koalisi.
Polisi Cek ke Lab Forensik
Kepolisian menyatakan mendengar pengakuan peretasan dari RPS. Argo Yuwono mengatakan, kebenaran pernyataan Ravio akan diperiksa oleh laboratorium forensik digital.
“Penyidik Polda Metro Jaya sedang mengirimkan ke labfor, mau melihat jejak digitalnya seperti apa. Nanti hasilnya seperti apa, kita tunggu,” jelas Argo.
Namun, kata Ellen, pengecekan itu harus dipastikan independensinya, mengingat ada kemungkinan oknum polisi terlibat.
"Menjadi tantangan bagi kepolisian apakah mereka bisa tetap independen ketika, misalnya, ditemukan ada oknum dari pihak kepolisian yang memang—entahlah—mungkin bermain di perekayasaan ini,” jelas dia lagi.
Ravio Akif Kritik Kebijakan Pemerintah
Penangkapan Ravio terjadi ketika dia kerap melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah lewat akun Twitternya yang memiliki 16,5 ribu pengikut.
Baru-baru ini dia mengkritik Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar yang diduga terlibat konflik kepentingan dalam sejumlah proyek pemerintah di Papua. Yang bersangkutan juga kerap mengkritik penanganan COVID-19 oleh pemerintah.
Dua hari yang lalu, dia mencuit kritikan terhadap UU ITE sebagai ‘jelmaan UU Subversi a la Orde Baru.'
Lulusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran itu juga aktif mengkampanyekan anti kekerasan terhadap anak.
Sebuah petisi untuk membebaskan Ravio di Change.org telah ditandatangani 4 ribuan orang. Sementara hashtag #BebaskanRavio juga trending di Twitter dengan 37 ribu cuitan. Dukungan terhadap Ravio berdatangan dari sejumlah aktivis dan peneliti HAM seperti Andreas Harsono dan Tunggal Pawestri. [rt/em]