Kepolisian Daerah Riau hari Sabtu (15/2) berhasil mengungkap jaringan perdagangan organ harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrea). Polisi menangkap tiga pelaku yakni, Mino Bin Karsono (45), warga Desa Balai Rajo, Kecamatan Tujuh Ilir, Tebo, Jambi, Remon Tenu (57) warga Jorong Koto Baru, Desa Sisawah, Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat dan Anton (43) Desa Seresam, Siberida, Indragiri Hulu, Riau.
Ketiganya kedapatan membawa dan menyimpan bagian tubuh dari harimau yang telah mati. Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto mengatakan pihaknya turut mengamankan barang bukti berupa satu lembar kulit harimau, empat taring, dan satu karung berisi tulang-tulang satwa langka di Indonesia tersebut.
"Sabtu kemarin (15/2) berhasil mengungkap kasus perdagangan organ satwa liar yang dilindungi. Tempat kejadian perkara di daerah Jalan Arjuna Dusun IV RT/RW 002/091 Kelurahan Candi Rejo, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, diamankan tiga orang pelaku. Ketiganya berperan sebagai kurir membawa satwa yang sudah menjadi kulit, taring dan tulang-tulang dalam karung dari Jambi," kata Sunarto saat dihubungi VOA, Minggu (16/2).
Sunarto menjelaskan, penangkapan itu berawal saat pihaknya menerima informasi adanya jual beli bagian tubuh harimau Sumatera, Jumat (14/2). Ketiga tersangka membawa bagian tubuh harimau Sumatera dari daerah Muara Tebo, Jambi menggunakan mobil Toyota Avanza dengan nomor polisi D 1606 ABK.
Kemudian, ketiga pelaku mengaku akan mengantarkan bagian tubuh harimau tersebut kepada seseorang bernama Hanafi (daftar pencarian orang) di daerah Air Molek, Indragiri Hulu. Mereka diupah Rp 2 juta untuk mengantarkan kulit dan tulang harimau tersebut.
Harga Jual Organ Satwa Yang Dilindungi Tinggi, Perdagangan Ilegal Kian Marak
Maraknya praktik perdagangan illegal kulit dan organ harimau Sumatera karena motif tingginya harga jual organ dari satwa dilindungi itu di pasar gelap. Selembar kulit harimau bisa dijual dengan harga sekitar Rp 30 juta sampai Rp 80 juta, taring harimau Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per buah, dan tulang harimau dihargai Rp 2 juta per kilogram di pasar gelap. Harga tinggi itu disinyalir menjadi alasan para penyelundup untuk nekat melakukan aksi kejahatannya.
"Untuk pelaku yang kami amankan akan dijerat Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka diancam hukuman pidana 5 tahun dan denda Rp 100 juta," jelas Sunarto.
Kepala BBKSDA Dorong Polisi Usut Tuntas Perdagangan Satwa Liar
Sementara Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono mengatakan kasus perdagangan organ satwa dilindungi khususnya harimau kerap terjadi di Riau. Polisi diminta untuk mengusut tuntas perdagangan satwa liar dan dilindungi lantaran disinyalir para pelaku merupakan sindikat yang telah terorganisasi.
"Wildlife crime pasti kejahatan yang terorganisir, tidak mungkin sampai di mereka. Minimal ada yang perlu dan ada yang mencarikan. Itu biasanya pasti lebih dua orang," ujarnya kepada VOA.
Perburuan terhadap satwa liar dan dilindungi di Riau masih terbilang sporadis. Dalam catatan BBKSDA Riau, sedikitnya mereka menemukan 100 jerat di tahun 2019. Data tersebut membuktikan bahwa masih ada masyarakat yang berniat berburu satwa liar dan dilindungi di Riau. [aa/em]