Juru Bicara Kepolisian Daerah Papua, Ajun Komisaris Besar Suryadi Diaz kepada VOA mengatakan kepolisian masih terus melakukan pendekatan persuasif terhadap kelompok bersenjata yang menduduki Desa Kimbely, Desa Banti, Desa Putikini di Mimika, Papua. Kelompok senjata tersebut juga melarang warga pergi keluar dari daerah tersebut.
Kepolisian lanjut Diaz berupaya melakukan negosiasi dengan kelompok bersenjata itu dengan melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat, tetapi tidak mendapatkan respon apapun dari kelompok bersenjata tersebut.
Kapolda Papua kata Diaz telah mengeluarkan maklumat yang berisi peringatan kepada warga sipil yang memiliki atau menyimpan senjata api atau sejenisnya tanpa izin untuk segera menyerahkan kepada aparat karena hal itu melanggar. Dalam maklumat itu, polisi juga meminta kelompok bersenjata yang menduduki tiga desa ini untuk segera menyerahkan diri dan akan diperlakukan secara baik.
Menurut Diaz, maklumat tersebut telah disebarkan ke desa Kimbely ,desa Banti dan desa Putikini melalui udara dengan menggunakan helikopter. Saat ini, tambahnya, kepolisian akan melihat respon dari kelompok bersenjata itu dalam dua hari ke depan. Jika tidak ada tanggapan juga, ujarnya, kepolisian akan melakukan tindakan.
"Dari sekarang dilihat dua hari kedepan, kalau memang tidak ada tanggapan tetap dilakukan tindakan karena negosiasi sudah tidak berhasil. Tindakan lebih keras maksudnya dibilang keras tetapi tidak brutal juga cuma intinya keselamatan masyarakat yang tidak terlibat, kita utamakan keselamatan mereka," kata Diaz.
Lebih lanjut Suryadi Diaz menjelaskan bahwa Sabinus Waker merupakan pimpinan dari kelompok bersenjata yang menduduki ketiga desa di Mimika, Papua ini. Motif mereka,kata Diaz, adalah untuk mengganggu aktifitas Freeport.
"Menamakan diri TPN-OPM itu, mereka kan motivasinya sudah beda, dulu memang ingin merdeka, sekarang motifnya hanya menggangu aktifitas yang ada di Freeport sehingga selalu bikin masalah dengan senjata. Pernah ada pernyataan mereka bahwa kami hidup tanah kami yang sebenarnya kaya tetapi kami tetap miskin. Freeport tidak melihat mereka atau memperhatikan," lanjutnya.
Koordinator Kontras Yati Andriyani mendesak pemerintah untuk tidak mengambil langkah kekerasan atau menggunakan senjata dalam menangani aksi kelompok bersenjata di Mimika tersebut.
Penggunaan kekerasan atau senjata kata Yati hanya akan memicu eskalasi kekerasan dan juga mengakibatkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
"Penggunaan senjata menurut kami harus dihindari sedapat mungkin. Ruang dialog itu harus tetap dibuka, ruang komunikasi tetap harus dibuka. Tidak mudah, sulit, rumit dan panjang waktunya tetapi itulah menurut saya cara yang paling bermartabat bagi pemerintah kita ketimbang melakukan pendekatan-pendekatan menggunakan kekerasan seperti yang terjadi di masa lampau. Selain eskalasi kekerasan yang akan terus terjadi , itu juga akan menambah kentalnya rasa ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap otoritas Indonesia," kata Yati.
Kepolisian Daerah Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih telah berkoordinasi dan berencana membentuk tim khusus untuk menangani persoalan tersebut. Polisi juga menetapkan status buron terhadap 21 orang yang diduga terlibat dalam aksi kelompok bersenjata itu dan sejumlah aksi penembakan lainnya di daerah Mimika.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Hendrik Wanmang beberapa waktu lalu juga menegaskan bahwa tidak ada penyanderaan terhadap warga. Ia juga menyatakan bahwa masyarakat di tiga desa itu dalam kondisi baik dan aman. [fw/ab]