Juru Bicara Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Jakarta, Selasa (21/5) mengatakan polri menetapkan siaga satu di seluruh Indonesia mulai tanggal 21 hingga 25 mei mendatang. Status ini diberlakukan terkait penetapan dan pengumuman hasil pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum.
Penetapan ini, kata Dedi, khususnya juga dalam rangka untuk memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat. Menghadapi rencana aksi massa pada 22 Mei, Dedi mengatakan, kepolisian tidak akan menggunakan senjata tajam dalam menghadapi aksi demo tersebut.
Polisi lanjutnya juga telah mengantisipasi secara maksimal tentang adanya ancaman tindak terorisme yang akan memanfaatkan situasi yang ada. Polri telah menangkap sejumlah orang yang berencana melakukan tindak terorisme pada tanggal 22 Mei tersebut. Mereka merupakan kelompok dari Jamaah Ansharut Daulah.
Selain menjaga kantor-kantor KPU dan Bawaslu di setiap daerah, Polri, menurutnya, juga akan menjaga objek-objek vital yang ada.
“Dalam rangka memberikan jaminan keamanan. Oleh karenanya masyarakat dihimbau untuk tidak perlu takut menjalankan aktivitasnya sehari-hari,” jelas Dedi.
Di Jakarta, tiga puluh enam ribu personil Polri dan TNI diturunkan untuk menjaga aksi massa yang akan dilakukan Rabu (22 Mei).
Sementara terkait beredarnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Prabowo Subianto terkait dugaan kasus makar, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan pihaknya telah menarik SPDP tersebut karena polisi butuh melakukan penyelidikan sebelum melakukan penyidikan terhadap Prabowo.
Argo menjelaskan SPDP itu keluar dari keterangan dua tersangka dugaan makar yang sudah ditahan yakni Eggi Sudjana dan Lieus Sungkarisma. Kedua tersangka tersebut saat diperiksa penyidik menyebut nama Prabowo Subianto.
Namun keterangan dari dua tersangka itu masih perlu dibuktikan. Argo mengatakan, penyidik akan melakukan pemeriksaan keterangan Eggi Sudjana dan Lieus Sungkarisma dengan alat bukti lainnya.
SPDP Prabowo resmi ditarik dari Kejaksaan, Selasa (21/5). Sebelumnya Prabowo dituduh turut melakukan tindak pidana makar bersama-sama Eggi Sudjana.
“SPDP tersebut sebenarnya belum saatnya untuk dibuat atau dikirim karena SPDP itu yang menyampaikan pak Prabowo sebagai terlapor adalah hasil dari keterangan Eggi Sudjana dengan tersangka Lieus. Jadi dengan adanya keterangan dari tersangka perlu ada dibuktikan artinya itu hanya kata daripada tersangka. Jadi kita perlu penyelidikan terlebih dahulu . Penyelidikan dari keterangan dari tersangka ini,” ungkap Argo.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai sikap polisi yang mengeluarkan dan menarik kembali Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Prabowo Subianto menandakan bahwa kepolisian tidak profesional menangani kasus ini.
Menurutnya tuduhan makar yang ditujukan kepada Prabowo adalah omong kosong. Dia merasa semua yang disampaikan Prabowo selama ini masih dalam koridor hukum. [fw/ab]