Kontingen pasukan perdamaian Indonesia, Formed Police Unit (FPU) VIII Garuda Bhayangkara yang merupakan anggota pasukan United Nations African Mission in Darfur (UNAMID) dituduh berupaya menyelundupkan senjata melalui bandara Al Fashir, Darfur, Sudan pada 20 Januari lalu.
Namun, dalam keterangan pers di Jakarta hari Selasa (24/1), Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul membantah tuduhan itu. Martinus menegaskan bahwa puluhan senjata api dan amunisi yang diduga akan diselundupkan itu bukan milik polisi Indonesia yang tergabung dalam misi menjaga perdamaian di Darfur, Sudan.
139 personil Indonesia yang sudah menyelesaikan tugas selama satu tahun di Darfur, Sudan, sedianya kembali ke tanah air pekan lalu. Sesuai mekanisme yang ada, semua barang-barang personil diperiksa terlebih dahulu oleh polisi militer yang tergabung dalam UNAMID.
Hasil pemeriksaan menunjukkan seluruh barang boleh dibawa pulang, dan karenanya diijinkan untuk dimasukkan dalam dua kontainer besar yang akan diangkut ke bandara.
Meskipun demikian ketika tiba di bandara, seluruh barang – termasuk yang ada dalam kontainer – kembali diperiksa dengan sinar X. Ketika pemeriksaan sedang berlangsung, ada tumpukan koper lain yang terletak sekitar 10 meter dari barang-barang personil Indonesia yang sedang diperiksa. Tumpukan koper itu tidak memiliki ciri khas yang sama dengan tim personil Indonesia – dalam arti warnanya berbeda dan tidak ada label khusus.
Tumpukan koper itu pun tidak dikeluarkan dari kontainer yang digunakan pasukan Indonesia. Oleh karena itu tim personil Indonesia menolak ketika dituduh sebagai pemilik koper-koper tersebut.
Namun, tim Indonesia tetap tidak diijinkan pulang dan hingga kini masih tertahan di Sudan. Tim gabungan Polri dan Kementerian Luar Negeri sedang berupaya memberikan bantuan hukum kepada mereka.
"Tidak benar barang-barang tersebut merupakan barang kontingen Indonesia, karena lokasi barang-barang yang ada sekitar 10-15 meter dari barang-barang yang ada yang sudah melewati X-ray. Makanya kita mengirim tim ke sana untuk memastikan peristiwa itu seperti apa," papar Martinus.
Martinus menambahkan, pemerintah Indonesia masih menunggu hasil penyelidikan yang sedang dilakukan otorita berwenang di Sudan.
Sementara, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan akan mendesak pemerintah menelusuri lebih jauh dugaan penyelundupan senjata itu. Menurutnya jika tidak ditindaklanjuti, dikhawatirkan kabar yang tidak jelas itu justru menyebar di dunia internasional dan akhirnya mencoreng citra Indonesia. Padahal di mata dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki pasukan perdamaian dengan kinerja terbaik.
"Ini menyangkut reputasi kita, ini harus diklarifikasi sesegera mungkin bahwa betul kalau kita tidak terlibat," kata Fadli Zon.
Menurut laporan “Sudan Tribune” pekan ini, di dalam koper yang diduga milik tim personil polisi Indonesia itu terdapat 29 senjata Kalashnikov, 4 senapan, 6 buah senjata jenis GM3, 61 ragam pistol dan amunisi dalam jumlah besar.
PBB menempatkan misi UNAMID untuk membantu menghentikan kekerasan di wilayah barat Sudan. Sejak 2007 lalu UNAMID – yang merupakan misi perdamaian terbesar kedua di dunia – telah menelan anggaran sebesar 1,35 milliar dollar Amerika dan melibatkan 2.000 personel. [fw/em]