Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bertemu dengan sejumlah pejabat di Roma sekaligus menyoroti penderitaan beberapa kelompok agama yang teraniaya di China dan meminta Vatikan untuk kembali mempertimbangkan pembaharuan kesepakatannya dengan Beijing.
"Tidak ada penyerangan kebebasan beragama yang melebihi dari China saat ini," kata Pompeo. "Juga, tentu saja, umat Katolik (di China) tidak lepas dari gelombang penindasan tersebut.”
Pernyataan menteri luar negeri AS itu disampaikan ketika Vatikan dan China sedang merundingkan pembaruan perjanjian kontroversial 2018 tentang pencalonan uskup. Persyaratan kesepakatan itu tidak pernah diungkapkan kepada publik, tetapi diduga mereka membahas siapa yang punya wewenang dalam penunjukkan uskup Gereja di China.
Di China, terdapat dua Gereja Katolik yang terpisah satu yang direstui oleh pemerintah Beijing, dan yang lainnya merupakan jaringan gereja tidak resmi namun independen, dan setia kepada Vatikan.
Beberapa pejabat Vatikan mempertahankan niat mereka untuk memperbarui perjanjian itu, dengan alasan perlunya saluran komunikasi yang langsung dengan Beijing.
Dalam pidatonya yang mencatat bahwa upaya berbagai untuk melindungi kebebasan beragama "dihambat oleh realitas politik dunia", dan sepertinya Pompeo menyerukan kepada Vatikan untuk membatalkan rencana terkait pembaharuan kesepakatan itu.
“Gereja berada dalam posisi yang berbeda. Pertimbangan duniawi seharusnya tidak menghalangi pendirian teguh yang didasarkan pada kebenaran, "kata diplomat tertinggi AS itu.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri memberikan konfirmasi bahwa diplomat tertinggi AS itu tidak dijadwalkan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus selama kunjungan itu.
Pompeo bertemu dengan Paus pada Oktober tahun lalu.
Kantor Paus dilaporkan memberi tahu para diplomat Amerika bahwa dirinya tidak akan menerima Pompeo secara pribadi karena khawatir akan mempengaruhi pemilihan presiden November mendatang. [mg/jm]