Polisi hari Selasa (7/6) menangkap pimpinan "Khilafatul Muslimin", Abdul Qadir Hasan Baraja, di Lampung. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT sebelumnya mengatakan Abdul Qadir – yang merupakan mantan narapidana dalam dua kasus terorisme yaitu peledakan bom di Candi Borobudur tahun 1985 dan kasus Warman tahun 1979 – adalah salah seorang pendiri pondok pesantren Ngruki di Solo.
BNPT juga menyebut kedekatan Abdul Qadir dengan Abu Bakar Baasyir, pendiri Ngruki yang pernah terlibat beberapa aksi teror dan baru dibebaskan dari Lapas Gunung Sindur pada awal 2021 lalu.
Direktur Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo, Yahya Abdurrahman, membantah tudingan tersebut. Ia mengatakan salah seorang pendiri pondok pesantren itu adalah Abdullah Baraja yang meninggal tahun 2007 silam dan pesantren di Sukaharjo itu tidak memiliki hubungan apapun dengan Khilafatul Muslimin.
"Beda loh ya. Namanya saja sudah beda, cuma nama marganya sama, Baraja. Pendiri ponpes kami sudah meninggal tahun 2007 silam. Lha Baraja yang ditangkap kemarin kan masih hidup. Kalau kemudian itu dinyatakan pendiri ponpes kami dan dikaitkan dengan ponpes ini, ya kami tidak terima lah. Kami sangat tersinggung. Bapak pendiri kami bukan itu yang ditangkap kemarin. Pendiri ponpes kami Abdullah Baraja, kalau kemarin kan yang Khalifatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja. Beda nama, beda orang," jelas Yahya saat ditemui VOA hari Rabu (8/6).
Untuk mempertegas bantahannya, Yahya menunjukkan perbedaan foto Abdullah Baraja, pendiri ponpes Ngruki dengan pimpinan Khalifatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja.
Pemberitaan di media yang menyebutkan pimpinan Khalifatul Muslimin terkait pondok pesantren Al Mukmin Ngruki, jelas Yahya, sangat merugikan pesantren yang memiliki sekitar 1.500 santri dan 16 ribu alumni itu.
Sosok Abdullah Baraja, pendiri ponpes Ngruki adalah seorang pengusaha batik di Solo. Ada enam tokoh pendiri ponpes Ngruki yaitu Abu Bakar Ba’asyir, Abdullah Sungkar dari Jawa Timur, KH Hasan Basri-dari Banjarmasin, Abdul Kohar dari Sulawesi, Yoyok Roswadi dari Tasik, dan Abdullah Baraja dari Solo. Saat ini yang masih hidup hanya Abu Bakar Baasyir.
Ponpes Ngruki Minta Pemerintah Ralat Informasi
Ponpes Al Mukmin, Ngruki sudah berupaya menghubungi BNPT untuk meminta klarifikasi data informasi itu. Persepsi identitas yang disandang pimpinan Khilafatul Muslimin sebagai pendiri pondok pesantren Ngruki perlu diluruskan, tegas Yahya.
Pihaknya, tambah Yahya, masih menunggu koreksi dari pemerintah dan belum akan menempuh jalur hukum. "Kita masih tunggu itikad baik BNPT,” tandasnya.
Yahya juga dengan tegas menolak dikait-kaitkannya Khilafatul Muslimin dengan Abu Bakar Baasyir, yang bahkan pada tahun 2000 – ketika masih memimpin Majelis Mujahidin Indonesia MMI – telah menolak secara terang-terangan keinginan Khilafatul Muslimin untuk bergabung dengan MMI.
"Ustaz Abu menolak, tidak mau menerima, karena dari persyaratan-persyaratan yang terkait dengan masalah syariat tidak ada. Jadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan Ustaz Abu Bakar Baasyir,” pungkasnya.
Salah Sebut, BNPT Mohon Maaf
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R. Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis Rabu malam menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruan penyampaian informasi yang mengaitkan Abdul Qadir Hasan Baraja dengan pondok pesantren Al Mukmin di Ngruki, Sukoharjo. “Kami mohon maaf atas kekeliruan penyebutan tersebut. Abdul Qadir Baraja bukan pendiri Ponpes Al Mukmin,” tegasnya. [ys/em]