Di tengah menurunnya populasi banyak spesies alam liar di Afrika, para ahli konservasi membunyikan alarm peringatan untuk cheetah, hewan tercepat di darat.
Diperkirakan hanya ada 7.100 ekor cheetah yang tersisa di alam liar di Afrika dan di sebuah wilayah kecil di Iran, dan gangguan dari manusia telah mendorong hewan pemangsa tersebut keluar dari 91 persen habitat historisnya, menurut sebuah studi yang diterbitkan Senin (26/12).
Akibatnya, cheetah seharusnya didefinisikan sebagai hewan "langka" bukannya "rentan" dalam daftar resmi spesies terancam di dunia, menurut studi tersebut.
"Ini masa yang sangat genting bagi spesies seperti cheetah yang memerlukan wilayah yang luas," ujar Sarah Durant, spesialis cheetah di Masyarakat Zoologi London dan penulis utama laporan yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Sekitar 77 persen habitat cheetah ada di luar suaka alam liar dan daerah-daerah yang dilindungi lainnya, menurut studi tersebut, sehingga pemerintah dan desa-desa perlu dijangkau untuk mendorong toleransi bagi karnivora yang terkadang memburu ternak itu.
Selain hilangnya habitat, cheetah menghadapi serangan dari warga desa, hilangnya antelop dan mangsa lainnya yang dibunuh manusia untuk dimakan dagingnya, perdagangan ilegal bayi cheetah, penjualan kulit cheetah dan ancaman tertabrak kendaraan yang melaju cepat.
Seekor cheetah tercatat bisa lari pada kecepatan 29 meter per detik. Spesies ini bergerak lebih lambat saat berburu dan hanya dapat mempertahankan kecepatan tertinggi untuk beberapa ratus meter.
Lebih dari setengah populasi cheetah di dunia hidup di Afrika bagian selatan, termasuk Namibia dan Botswana, yang memiliki jumlah penduduk manusia relatif sedikit. Cheetah secara virtual telah punah di Asia, kecuali di Iran, dengan jumlah kurang dari 50 ekor, menurut studi tersebut. [hd]