Putus asa dalam mencari jalan keluar atas populasinya yang sangat cepat menua, para pembuat kebijakan di Jepang sedang mencari cara untuk menarik lebih banyak pekerja asing tanpa menyebutnya "kebijakan imigrasi."
Imigrasi merupakan topik sensitif di negara di mana kaum konservatif sangat bangga dengan homogenitas budaya dan politisi takut kehilangan suara dari para pekerja yang khawatir kehilangan pekerjaan.
Namun ketatnya pasar tenaga kerja dan menciutnya angkatan kerja membuat tim kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe dan para legislator mempertimbangkan pilihan yang secara politis kontroversial.
Panel Partai Liberal Demokratis (LDP) yang berkuasa hari Selasa (26/4) mengusulkan perluasan jenis-jenis pekerjaan yang terbuka untuk pekerja asing, dan menggandakan jumlah mereka dari hampir satu juta sekarang ini.
"Secara domestik, ada ketidaksukaan terhadap hal ini. Sebagai politisi, kita harus sadar akan hal itu," ujar Takeshi Noda, penasihat panel LDP, kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Tidak seperti Amerika Serikat, di mana Donald Trump telah membuat imigrasi isu dalam pemilihan umum, Jepang tidak memiliki banyak sejarah imigrasi. Namun hal itu membuat keragaman etnis dan budaya semakin menjadi ancaman di Jepang dibandingkan di negara lain.
Dan meski Jepang tidak terbelit dalam krisis migrasi massal yang melanda Eropa, kontroversi-kontroversi di wilayah lain mewarnai cara Jepang melihat imigrasi.
Para legislator LDP memunculkan proposal imigrasi hampir satu dekade lalu, namun hasilnya nihil. Namun sejak saat itu kekurangan tenaga kerja semakin memburuk dan proyeksi demografi semakin suram. [hd/dw]