JAKARTA —
Juru bicara Kepolisian Republik Indonesia Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta Senin (17/12) mengatakan sebuah pos polisi di daerah Woma, Wamena di kabupaten Jayawijaya, Papua, dibakar orang tak dikenal pada Minggu Malam (16/12) waktu setempat.
Seorang anggota Bantuan Polisi (Banpol) menderita luka-luka akibat penyerangan itu, ujar Boy.
“Jadi pada hari Minggu sekitar pukul 21.30 waktu setempat terjadi penyerangan disertai pembakaran terhadap pos polisi Woma yang juga disertai dengan pengeroyokan terhadap seorang Banpol bernama Koltinus Kit Lay,” ujar Boy.
“Saat itu ada sekelompok orang mendatangi pos polisi itu dengan membawa parang, pisau dan batu. Banpol itu tengah bertugas di pos polisi itu berusaha meredakan amarah sekelompok orang itu. Namun sekelompok orang itu tidak terima dan melakukan penganiayaan Banpol itu.”
Boy menambahkan, peristiwa itu tidak mengakibatkan korban tewas dari pihakpolisi atau warga sipil, karena pada malam hari tidak ada anggota polisi yang bertugas di pos tersebut.
Aparat Polisi masih menyelidiki kasus pembakaran pos polisi tersebut. Namun menurut Boy, penyerangan pos polisi itu diduga terkait dengan penangkapan dan penembakan pada Minggu pagi terhadap seorang pria yang menjadi tersangka kasus penyerangan kantor polisi sektor Pirime, kabupaten Lanny Jaya Papua. Penyerangan pada 27 November itu menewaskan kepala polisi dan dua orang anggotanya.
Boy menjelaskan, aparat kepolisian terpaksa menembak mati Hubert Mabel, buronan kasus penyerangan Polsek Pirime dan peledakan bom di DPRD Jayawijaya, karena ia melakukan perlawanan saat ditangkap.
“Yang bersangkutan berlima bersama rekannya yang lain. Yang bersangkutan secara tiba-tiba berbalik melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata tajam dan berusaha merebut senjata petugas. Dalam kondisi terdesak itu, petugas melakukan penembakan terhadap HM, dan yang bersangkutan meninggal dunia. Dampak dari peristiwa ini adalah penyerangan terhadap pos polisi Woma itu,” ujar Boy.
Ia menambahkan bahwa polisi telah menangkap dua rekan Hubert, yang berinisial KA dan SE.
Sebelumnya pada 14 Desember, polisi menangkap seseorang berinisial WJ karena kedapatan membawa amunisi aktif. Pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku penyerangan Polsek Pirime sebelumnya juga terjadi pada 30 November lalu terhadap tujuh orang yang diduga pelaku penyerangan polsek itu.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala kepada VOA mengatakan, kelompok sipil bersenjata yang sering melakukan kekerasan ini posisinya sudah sangat kuat, baik dari sisi jumlah personil, maupun persenjataan.
“Memang situasinya sudah sangat sulit sekali. Karena di pihak lain, para pengganggu keamanan itu sudah mendapatkan posisi yang menurut saya menguntungkan, karena mereka sudah sangat kuat dari sisi jumlah. Kemudian dari sisi persenjataan. Jadi itulah yang mempersulit posisi polisi dan aparat keamanan lain dalam rangka mempertahankan keamanan,” ujar Adrianus.
Seorang anggota Bantuan Polisi (Banpol) menderita luka-luka akibat penyerangan itu, ujar Boy.
“Jadi pada hari Minggu sekitar pukul 21.30 waktu setempat terjadi penyerangan disertai pembakaran terhadap pos polisi Woma yang juga disertai dengan pengeroyokan terhadap seorang Banpol bernama Koltinus Kit Lay,” ujar Boy.
“Saat itu ada sekelompok orang mendatangi pos polisi itu dengan membawa parang, pisau dan batu. Banpol itu tengah bertugas di pos polisi itu berusaha meredakan amarah sekelompok orang itu. Namun sekelompok orang itu tidak terima dan melakukan penganiayaan Banpol itu.”
Boy menambahkan, peristiwa itu tidak mengakibatkan korban tewas dari pihakpolisi atau warga sipil, karena pada malam hari tidak ada anggota polisi yang bertugas di pos tersebut.
Aparat Polisi masih menyelidiki kasus pembakaran pos polisi tersebut. Namun menurut Boy, penyerangan pos polisi itu diduga terkait dengan penangkapan dan penembakan pada Minggu pagi terhadap seorang pria yang menjadi tersangka kasus penyerangan kantor polisi sektor Pirime, kabupaten Lanny Jaya Papua. Penyerangan pada 27 November itu menewaskan kepala polisi dan dua orang anggotanya.
Boy menjelaskan, aparat kepolisian terpaksa menembak mati Hubert Mabel, buronan kasus penyerangan Polsek Pirime dan peledakan bom di DPRD Jayawijaya, karena ia melakukan perlawanan saat ditangkap.
“Yang bersangkutan berlima bersama rekannya yang lain. Yang bersangkutan secara tiba-tiba berbalik melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata tajam dan berusaha merebut senjata petugas. Dalam kondisi terdesak itu, petugas melakukan penembakan terhadap HM, dan yang bersangkutan meninggal dunia. Dampak dari peristiwa ini adalah penyerangan terhadap pos polisi Woma itu,” ujar Boy.
Ia menambahkan bahwa polisi telah menangkap dua rekan Hubert, yang berinisial KA dan SE.
Sebelumnya pada 14 Desember, polisi menangkap seseorang berinisial WJ karena kedapatan membawa amunisi aktif. Pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku penyerangan Polsek Pirime sebelumnya juga terjadi pada 30 November lalu terhadap tujuh orang yang diduga pelaku penyerangan polsek itu.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala kepada VOA mengatakan, kelompok sipil bersenjata yang sering melakukan kekerasan ini posisinya sudah sangat kuat, baik dari sisi jumlah personil, maupun persenjataan.
“Memang situasinya sudah sangat sulit sekali. Karena di pihak lain, para pengganggu keamanan itu sudah mendapatkan posisi yang menurut saya menguntungkan, karena mereka sudah sangat kuat dari sisi jumlah. Kemudian dari sisi persenjataan. Jadi itulah yang mempersulit posisi polisi dan aparat keamanan lain dalam rangka mempertahankan keamanan,” ujar Adrianus.