Dengan suara lirih Marselinus Ola Attanila, mantri Puskesmas Kiwirok di distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua, yang selamat dari serangan kelompok bersenjata pada Senin (13/9), menceritakan kebiadaban kelompok itu terhadap para tenaga kesehatan.
“Mereka (kelompok bersenjata.red) mengumpulkan ketiga suster yang sudah melompat ke jurang, tetapi tersangkut di antara semak-semak. Mereka membabibuta. Mereka menelanjanginya dengan parang tajam dan dianiaya secara tidak manusiawi... Kejadian ini semakin brutal karena jumlah mereka semakin banyak,” demikian petikan pernyataan Marselinus setelah dievakuasi aparat keamanan ke Jayapura, Jumat (17/9).
Tiga tenaga kesehatan (nakes) di distrik Kiwirok hilang pasca serangan kelompok bersenjata terhadap pemukiman warga dan fasilitas umum, termasuk puskesmas pada Senin (13/9).
Marselinus, salah seorang nakes yang selamat, merinci bagaimana ia sempat bertahan di dalam puskesmas sebelum akhirnya memutuskan melompat ke jurang untuk menyelamatkan diri. Namun tiga perawat yang ikut melompat bersamanya ditemukan kelompok bersenjata itu, yang kemudian menganiaya dan membuang ketiganya ke jurang. Gabriella Meilani, 22 tahun, ditemukan dalam keadaan meninggal. Satu orang selamat, sementara satu lainnya hingga kini belum ditemukan.
Sembilan tenaga kesehatan dan satu personel TNI yang dievakuasi ke Jayapura dirawat di RS TK II Marthen Indey Jayapura. Kepala Rumah SakitTK II Marthen Indey, Kolonel Ckm dr. I Ketut Djulijasa SpB, mengatakan lima nakes yang mengalami luka ringan telah diizinkan pulang setelah menjalani perawatan.
“Sedangkan empat nakes lainnya dan satu anggota TNI masih dilakukan perawatan... Selain memberi pengobatan fisik, pihak rumah sakit juga memberi terapi psikologis kepada para korban yang mengalami trauma psikologis," ujarnya. Ditambahkannya, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono MA telah memerintahkan penanganan dan perawatan yang terbaik bagi mereka.
WHO: 323 Serangan terhadap Nakes di Dunia pada 2020
Serangan terhadap nakes di Papua ini menambah catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentang jumlah serangan terhadap tenaga kesehatan di dunia. Menurut Surveillance System for Attack on Health Care (SSA), ada 797 serangan terjadi pada 2018, 1.029 serangan pada 2019 dan 323 serangan pada 2020.
Surveillance System for Attack on Health Care, yang diluncurkan pada Desember 2017, adalah mekanisme utama untuk mengumpulkan data serangan terhadap tenaga kesehatan di 17 negara dan wilayah. Metodologi yang digunakan SSA memungkinkan untuk memverifikasi serangan yang dilaporkan dan mengumpulkan bukti-bukti berdasarkan tingkat serangan yang terjadi.
“Pada tahun 2020 saja, lebih dari 300 serangan terhadap petugas kesehatan yang dapat dikonfirmasi, yang terjadi di negara-negara yang mengalami kedaruratan dan situasi yang rentan," ulis WHO dalam laporan yang dirilis Agustus.
"Serangan-serangan ini membuat warga kehilangan layanan perawatan kesehatan yang sangat dibutuhkan, membahayakan penyedia jasa perawatan kesehatan dan merongrong sistem kesehatan,” tulis laporan itu.
WHO mendefinisikan serangan terhadap petugas kesehatan ini sebagai serangan verbal atau fisik, atau penghalangan, atau ancaman kekerasan yang mengganggu ketersediaan, akses dan pemberian perawatan kesehatan kuratif dan/atau preventif selama keadaan darurat.
Diah Saminarsih: “Tenaga Kesehatan adalah Pekerja Kemanusiaan”
Penasehat Senior Bagi Dirjen WHO Urusan Gender dan Pemuda, Diah Satyani Saminarsih, kepada VOA mengatakan sangat sedih mendengar laporan aksi kekerasan yang “tidak berperikemanusiaan” terhadap petugas kesehatan di Papua.
“Kita sangat kekurangan nakes yang mau kerja di daerah terpencil. Padahal publik di sana sangat membutuhkan dan Indonesia membutuhkan nakes yang mau bekerja di mana pun di Indonesia, bukan hanya di kota-kota besar. Agar para nakes muda terus mau mengabdi tanpa ragu di daerah terpencil, jaminan keamanan dan keselamatan untuk mereka harus tersedia.”
IDI Minta Jaminan Keamanan Bagi Nakes
Pernyataan serupa juga disampaikan Ketua Ikatan Dokter Indonesia IDI Wilayah Papua dr. Donald Aronggear SpBK dalam konferensi pers virtual, Jumat (17/9). Selain mengecam kekerasan terhadap tenaga kesehatan, IDI “meminta pemerintah daerah Provinsi Papua beserta TNI-POLRI untuk menjamin keamanan dan keselamatan tenaga kesehatan yang bertugas di seluruh wilayah tersebut."
IDI juga "meminta Pemerintah Provinsi Papua untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kotamadya/Kabupaten, para tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk ikut terlibat dalam menjaga keamanan para tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas.”
Donald menggarisbawahi dampak berkurangnya tenaga kesehatan medis di wilayah mana pun di Papua, terutama di wilayah pedalaman, terhadap masyarakat yang sangat membutuhkan perawatan kesehatan, “terutama di tengah situasi pandemi saat ini.”
Pernyataan itu ditegaskan Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan pada Jumat (17/9) malam.
Sehari sebelumnya IDI Papua bersama 250 tenaga kesehatan menggelar aksi berjalan kaki damai mengelilingi jalan protokol di Oksibil, Ibu Kota Kabupaten Pegunungan Bintang, sebagai ungkapan rasa duka cita dan sekaligus penghormatan bagi Gabriella Meilani. Ia adalah perawat yang dibunuh kelompok bersenjata. Pita hitam disematkan di lengan baju mereka.
TNI Kirim 1 Peleton Personel Tambahan
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono kepada media di Jakarta mengatakan “keamanan tenaga kesehatan dan warga merupakan prioritas.” Ditambahkannya, TNI-Polri sedang berupaya mengembalikan situasi di Papua agar semakin kondusif.
Diwawancarai VOA, Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol. Reza Nur Fitria, mengatakan telah menambah personel pasukan TNI di Distrik Kiwirok dan “proses pengejaran terhadap KST (kelompok separatis teroris.red) masih dilakukan.” Satu peleton personel tambahan telah dikirim dan akan bergabung dengan tim lain di sana.
Hal senada disampaikan Kapolres Pegunungan Bintang AKBP Cahyo Sukarnito, yang mengatakan telah berkoordinasi dengan TNI "untuk melakukan penebalan kekuatan, khususnya di daerah yang kami anggap rawan dan juga tentunya pengiriman, serta penambahan personel ke Distrik Kiwirok.” Ia mengimbau masyarakat agar tetap tenang “dan kalau merasa ada ancaman serta gangguan, segera melapor ke pos TNI-Polri terdekat.”
Lebih jauh Cahyo mengatakan jenazah Gabriella Maelani, perawat yang dibunuh kelompok bersenjata, sudah berhasil dievakuasi dan untuk sementara disemayamkan di Koramil Kiwirok. Proses evakuasi berjalan lambat karena kondisi cuaca dan gangguan tembakan oleh kelompok bersenjata Lamek Taplo.
Kepada media di Jayapura, ibu kandung Gabriella Meilani, Martina Rinding, menyampaikan harapannya agar putrinya dapat segera dievakuasi ke Jayapura. “Kami sangat berharap, tolong kami, kami sudah terlalu lelah, terlalu sakit sekali, jadi mohon ada perhatian khusus untuk anak kami, agar sesegera mungkin bisa dievakuasi,” ujarnya lirih.
Kapolres Pegunungan Bintang, AKBP Cahyo Sukarnito, mengatakan kondisi cuaca membuat evakuasi berjalan lambat, dan “karena korban tindak kekerasan, maka sesuai prosedur operasional standar kami, jenazah nantinya akan dibawa ke RS Bhayangkara untuk divisum dan selanjutnya diserahkan kepada pihak keluarga di Jayapura.” [em/ah]