Data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan hingga artikel ini diterbitkan, jumlah orang yang terjangkit virus corona telah melebihi 111 ribu orang di seluruh dunia, sementara jumlah orang yang meninggal telah melebihi 4.200 orang.
Di Korea Selatan yang memiliki kasus corona nomor empat terbanyak di dunia setelah China, Italia, dan Iran, jumlah orang yang terjangkit sudah melebihi 7.000 orang, sementara 50 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korea Selatan, jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang kini menetap di sana mencapai lebih dari 37 ribu orang, di mana lebih dari 1.400 adalah pekerja dan mahasiswa yang tinggal di kota Daegu, yang menjadi pusat penyebaran virus korona di Korea Selatan.
Kota nomor empat terbesar di Korea Selatan yang memiliki jumlah populasi hampir mencapai 2,5 juta orang ini dikatakan menjadi pusat penyebaran virus corona karena terkait dengan Gereja Yesus Shincheonji, yang sering dianggap sebagai aliran sesat.
Bulan Februari lalu, salah seorang anggota gereja tersebut yang berusia 61 tahun mengalami kecelakaan dan memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit, lalu mengikuti beberapa ibadah di salah satu cabang dari Gereja Yesus Shincheonji. Setelah diketahui mengalami demam tinggi, dokter menganjurkannya untuk melakukan tes untuk virus corona, namun ia menolak, hingga akhirnya ia pergi ke sebuah rumah sakit lain untuk di tes dengan hasil positif sebagai pasien nomor 31.
Aksi Cepat Tanggap Pemerintah Korea Terkait Wabah Corona
Saat pertama diketahui ada perebakan wabah corona di Daegu, pemerintah dengan cepat langsung menutup sarana publik, termasuk sekolah, transportasi umum dan pusat perbelanjaan untuk sementara.
“Pada saat dinyatakan bahwasanya ada super spreader dan dalam beberapa hari, jumlah penderita corona itu naik pesat, dan pada saat pemerintah juga langsung tutup semua akses, Daegu sempat sepi, ya,” ujar warga Indonesia, Elvira Fidelia Tanjung, yang sejak lima tahun belakangan ini menetap di Daegu, tepatnya sekitar 6 kilometer dari Gereja Yesus Shinceonji.
Kepanikan pun sempat melanda kota Daegu yang membuat warganya melakukan panic buying alias memborong barang karena panik di sejumlah swalayan pada waktu itu. Namun, Elvira memuji pemerintah Korea yang telah menangani penyebaran virus corona ini dengan sangat cepat dan tanggap.
“Setiap hari pasti ada SMS masuk. Jangan keluar rumah. Jangan lupa pakai masker kalau keluar. Selalu pakai sanitizer (red: penyanitasi tangan). Mereka sudah menyediakan pos-pos untuk pemeriksaan terkait dengan virus korona ini. Kita juga dikasih hotline-hotline, nomor, yang misalnya kalau ada kejadian, mereka langsung jemput. Istilahnya 9-1-1-nya Korea gitulah,” ujar Elvira yang adalah lulusan S3 yang tengah melanjutkan penelitian di bidang nuklir di Kyungpook National University di Daegu.
“Nggak seram-seram amat lah di sini,” tambah Elvira.
Aktivitas di kampus memang tidak dihentikan total, mengingat ada penelitian yang tetap harus berjalan. Pihak kampus pun juga cepat dalam menanggapi situasi terkait penyebaran virus corona ini dengan membagikan masker dan pengadaan penyanitasi tangan di setiap gedung.
Kini transportasi dan fasilitas umum, termasuk pasar dan pusat perbelanjaan di Daegu khususnya sudah berjalan kembali. Namun, dengan pemeriksaan yang ketat dan warga tetap diminta untuk waspada.
“Kemarin saya ke kantor pos, pintunya dikunci dari dalam,” cerita Elvira.
Setelah memberitahu maksud kedatangannya untuk mengirim barang, Elvira lalu diperbolehkan masuk oleh petugas yang sebagian memakai sarung tangan dan masker. Namun, tidak ada pengecekan suhu badan pada waktu itu.
“Harus tulis nama, tulis alamat terus nomor telepon. Langsung di semprot-semprot sama mereka, kita juga pakai sanitizer di tangan. Jadi seandainya ada yang terjangkit mungkin mereka lebih gampang untuk trace-nya (red: melacak),” kata Elvira.
Aktivitas di Daegu Sepi, Namun Persediaan Kebutuhan Pokok “Masih Dalam Keadaan Yang Wajar”
Terlepas dari kepanikan yang sempat melanda warga, aktivitas lambat laun mulai kembali berjalan. Persediaan makanan dan kebutuhan pokok juga masih tersedia di swalayan, dan tidak terjadi lagi kepanikan dalam membeli. Pasar, restoran, dan layanan pesan-antar makanan pun juga masih beroperasi, walaupun tidak seramai biasanya.
“Sampai saat ini untuk (persediaan) barang-barang di supermarket masih dalam keadaan yang wajar, jadi stock-nya masih ada. Termasuk di pasar tradisional pun sampai sekarang pun masih buka. Pengunjungnya memang, untuk orang Korea sendiri relatif masih sepi, berkurang,” jelas Yudi Santosa, pekerja pabrik Tekstil asal Solo, Jawa Tengah, di Daegu.
Perebakan virus corona ini juga berdampak kepada aktivitas di sebagian pabrik di Daegu yang dikenal sebagai kota industri, salah satunya kegiatan kerja kegiatan kerja di sebagian pabrik menjadi agak sepi, karena jam lembur ditiadakan.
“Dampaknya itu memang jam kerjanya agak berkurang. Jadi ketika kemarin satu harinya kan sampai 12 jam, 10 jam seperti itu, mungkin kita hanya jam utamanya saja. Jadi satu hari 8 jam,” kata pria yang sudah menetap di Daegu selama tujuh tahun ini.
Untuk menjaga penyebaran virus corona, pabrik dan perusahaan tempat para WNI ini bekerja juga terus mengimbau “agar mengurangi aktivitas keluar rumah bila tidak terlalu penting.” Di komplek industri di Daegu pun juga banyak tersedia rumah sakit yang menjadi rujukan untuk menangani pasien dengan virus corona.
Masker Langka, Pemerintah Indonesia Bagi-bagi Masker ke WNI di Korea Selatan
Beberapa waktu lalu memang sempat terjadi kelangkaan masker di toko-toko, yang menyebabkan antrean panjang di toko-toko yang masih menjualnya. Walaupun langka, harga jual masker di Korea Selatan masih dalam harga yang normal.
“Dari pemerintah udah mengeluarkan himbauan nggak boleh naikin harga. Jadi kalau naik harga, mereka bakal kena semacam hukuman kali ya. Ada beberapa (perusahaan) yang kalau misalnya kita beli online ya, maksimum hanya sepuluh misalnya, atau maksimum hanya lima. Kalau misalnya beli di convenience Store itu nggak boleh lebih dari dua,” jelas Elvira.
Walaupun langka, pemerintah Korea Selatan kerap memberikan pesan lewat Short Message Service (SMS) ketika ada pemberitahuan mengenai ketersediaan masker.
“Tadi sore juga ada SMS peringatan bahwasanya untuk ketersediaan masker bisa didapat di kantor pos, kemudian di apotek, dan juga bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah,” ucap Yudi.
Untuk mengatasi kelangkaan masker, pemerintah Indonesia melalui KBRI di Seoul, Korea Selatan lalu membagikan masker kepada WNI yang tinggal di sana, khususnya di kota Daegu, dimana Yudi menjadi salah satu koordinatornya. KBRI Seoul juga memberikan informasi melalui media sosial tentang tempat pengambilan masker yang bisa dijangkau oleh para WNI di berbagai wilayah di Korea Selatan, seperti di masjid, gereja, atau tempat paguyuban.
“KBRI sendiri memang sangat perhatian. Kami dihubungi baik lewat coordinator, teman-teman paguyuban atau dari aktivitas masjid-masjid yang ada di Korea Selatan,” ujar Yudi.
Jumlah masjid komunitas Indonesia di Korea Selatan mencapai sekitar 58 masjid dan 9 musala, yang sebagian ada di Daegu.
“Di tempat saya sendiri itu ada tiga masjid yang berdekatan jaraknya. Satu kilometer-lah dari masjid satu sampai masjid yang lain. Setiap masjid itu kemarin hampir 2.500 (masker). Ketika habis kita minta lagi. Nanti di drop lagi dari KBRI, termasuk hand sanitizer atau desinfektan. Tetapi untuk desinfektan atau pun hand sanitizer itu memang ditujukan untuk tempat-tempat umum seperti di masjid,” jelasnya.
Kendalanya menurut Yudi adalah untuk membagikan masker kepada sebagian WNI pekerja pabrik yang tidak bisa pergi ke tempat-tempat pembagian masker, karena dilarang keluar pabrik.
“KBRI sendiri juga berupaya ketika mereka menghubungi lewat hotline KBRI, mereka dari KBRI sendiri mengirimkan ke tempat-tempat para pekerja yang memang tidak diperbolehkan keluar,” tambahnya.
Usaha Travel Haji dan Umrah Milik WNI Ikut Terdampak
Tahun 2013, Dyastriningrum Subandiati mendirikan usaha travel haji dan umrah bernama “Golden Bridge” di daerah Itaewon, di Seoul, Korea Selatan, yang melayani warga muslim dari berbagai negara, termasuk Indonesia dan Uzbekistan yang terbanyak. Ia pun kerap melakukan sosialisasi tentang ibadah haji dengan pergi keliling masjid, khususnya masjid-masjid Indonesia, termasuk yang ada di Daegu.
“Sambil ikut kajian gitu, nanti baru setelah itu mereka memberi kesempatan saya untuk sosialisasi tentang haji atau nanti kalau waktu ada Tabligh Akbar, jadi misalnya ada Milad. Milad itu acara hari lahirnya masjid atau musala, mereka mengundang ulama dari Indonesia
Usahanya pun ikut terdampak virus corona. Hal ini tidak hanya dialami olehnya, tetapi juga oleh bisnis travel haji dan umrah di seluruh dunia.
“Karena ada kasus COVID ini, bandara di Jeddah kan di Saudi itu ditutup. Ada jemaah umrah saya yang nggak jadi berangkat. Jadi kita harus membatalkan hotel, pesawat, transport di Saudi, segala macam. Padahal kan refund-nya kan tidak bisa 100% kembali ke kita,” kata perempuan yang tengah menyelesaikan dua program S3 di bidang Bahasa dan Sastra Korea, serta India dan ASEAN Studies di Korea Selatan ini.
“Waktu diberi kabar ditutup, pas hari itu kita mau berangkat. Jadi mereka sudah bawa koper akhirnya nggak jadi berangkat,” tambahnya.
Dampak virus corona ini tidak hanya berpengaruh kepada jemaah umrah yang diurus melalui usaha travel-nya, tetapi ditakutkan juga akan berpengaruh kepada para calon jemaah haji yang tengah gusar, karena takut tidak bisa berangkat.
“Padahal kesempatan untuk berhaji mereka itu hanya tahun ini, karena kontrak kerja mereka sudah habis. Jadi visa mereka kan sudah selesai, harus pulang ke Indonesia. Sementara naik haji dari Indonesia kan harus menunggu lama itu, sekitar di atas 15 tahun ya? Jadi mereka semuanya sekarang banyak pertanyaan. Sementara saya juga tidak bisa menjawab bagaimana kedepannya, harus gimana,” jelasnya.
Aktivitas Keagamaan dan Ibadah Dihentikan
Terkait penyebaran virus corona yang sangat pesat, pemerintah Korea juga mengimbau agar aktivitas keagamaan dan ibadah untuk dihentikan, dan menganjurkan untuk melakukannya secara online melalui Facebook atau Webinar.
“Korean Muslim Federation sendiri juga sudah mengeluarkan pemberitahuan bahwasannya untuk menghindari kontak dengan banyak orang dan untuk menghindari corona ini, jadi salat berjamaah ataupun kegiatan-kegiatan lainnya untuk diberhentikan dulu,” ujar Elvira.
Dyastriningrum pun memilih patuh kepada peraturan dari pemerintah Korea demi kebaikan bersama.
“Jangan sampai kita akhirnya disalahkan karena turut menyebarkan COVID-19 ini,” katanya.
Namun, memang sebagian masjid tidak ditutup dan masih ada aktivitas, khususnya jika ada WNI yang tinggal di masjid tersebut.
WNI di Korea Selatan Mohon Doa
Sejauh ini memang belum ada kabar dari KBRI mengenai WNI yang terjangkit virus corona di Korea Selatan. Yudi mengatakan, seluruh WNI dalam keadaan baik-baik.
“Misalkan ada (yang terjangkit), kita pun mungkin tidak tahu ya. Itu kan privasi,” tegas Yudi.
Kepada keluarga dan teman-teman di Indonesia Elvira hanya "mohon doa dari teman-teman semua" agar wabah virus corona ini bisa segera terselesaikan.
“Jangan khawatir kami di sini baik-baik saja. semuanya masih aman-aman saja masih bisa makan, masih bisa beraktivitas normal,” katanya.
“Kita sama-sama berdoa saja. Semoga semuanya cepat berlalu.”