Prancis menjadi tuan rumah konferensi internasional mengenai Libya, Jumat (12/11), sewaktu negara di Afrika Utara itu bersiap melangsungkan pemilu yang telah lama ditunggu-tunggu bulan depan.
Pemilu itu diharapkan para pemimpin regional dan dunia akan menarik negara kaya minyak tersebut keluar dari kekacauan yang telah berlangsung selama satu dekade.
Wakil Presiden AS Kamala Harris dan beberapa pemimpin dunia akan berpartisipasi dalam konferensi Paris itu, dan diperkirakan akan berusaha mendorong berlangsungnya pemilu yang transparan dan kredibel.
Mereka juga diperkirakan akan mendesak penarikan tentara bayaran dan pasukan asing dari Libya, sebagaimana dinyatakan dalam kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi PBB tahun lalu yang mengakhiri pertempuran antara faksi-faksi yang bersaing di negara itu.
Libya telah dilanda kekacauan sejak pemberontakan yang didukung NATO pada 2011 yang menggulingkan diktator Moammar Gadhafi. Negara kaya minyak itu selama bertahun-tahun terpecah antara dua pemerintah yang bersaingan, satu berbasis di ibu kota, Tripoli, dan yang lainnya di bagian timur negara itu. Masing-masing pihak didukung oleh kekuatan dan milisi asing yang berbeda.
Konferensi hari Jumat (12/11) itu diketuai bersama oleh Prancis, Jerman, Italia, Libya, dan PBB, dan dihadiri oleh para pejabat tingkat tinggi internasional dan regional.
Para peserta diperkirakan akan mendorong terciptanya proses pemilihan yang hasilnya tak terbantahkan dan tidak dapat diubah. Mereka juga diperkirakan akan mengadvokasi upaya nyata untuk menarik tentara bayaran dan pasukan asing keluar dari Libya, menurut kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Harris mengatakan Senin lalu, ia akan berpartisipasi dalam konferensi itu untuk menunjukkan dukungan kuat AS bagi rakyat Libya saat mereka merencanakan pemilu.
Yang juga diperkirakan akan hadir adalah pemimpin Libya Mohamed el-Manfi, kepala dewan kepresidenan; Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah; dan Menteri Luar Negeri Najla Mangoush. [ab/uh]