Tanggal 7 September 2015, tepat sebelas 11 tahun kasus kematian aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib, berlalu.
Sekretaris Eksekutif Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum) Choirul Anam, Senin (7/9), mendesak Presiden Joko Widodo segera memerintahkan Kepala Kepolisian Indonesia dan Jaksa Agung untuk membentuk tim baru kasus Munir.
Tim ini, lanjutnya, dapat mencari dan mendalami informasi yang ada terkait kasus kematian Munir, serta mencari lagi landasan yang kuat untuk menyeret aktor dia tas mantan Deputi Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi Purwoprandjono.
Anam menyakini masih ada aktor lain yang lebih tinggi di atas Muchdi yang terlibat dalam kasus kematian Munir.
Selain itu, Presiden Jokowi juga harus memerintahkan Kejaksaan Agung untuk segera mengajukan peninjauan kembali (PK) kasus kematian aktivis HAM asal Malang, Jawa Timur, ini.
Menurutnya, salah satu alat bukti yang tidak terbantahkan adalah rekaman telepon antara Muchdi dan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto.
"Waktu itu ketua tim Munir yaitu Kabareskrim Komjen Bambang Danuri Hendarso mengatakan bahwa dia mendapatkan rekaman itu dan diakui oleh Kejaksaan, dari situ saja sudah satu langkah masuk ke PK," ujarnya kepada VOA.
"Dalam konteks yang lebih besar, dalam mengungkapkan kebenarannya, dia (Presiden) klaim rezim BIN telah berubah karena ada pergantian pemimpin yang lama ke pemimpin yang baru yang itu atas perintah Jokowi, buktikan. Perintahkan kepala BIN untuk membuka kasus Munir karena dokumen-dokumen kasus Munir ada di Badan Intelijen Negara, bukan di mana-mana."
Anam juga mengingatkan janji Presiden Jokowi yang akan menjadikan 7 September sebagai Hari Pembela Hak Asasi manusia Indonesia dan hal itu menurutnya harus direalisasikan.
Pembunuhan terhadap Munir jelas bukan pembunuhan biasa sehingga penyelesaiannya tidak bisa dilepas begitu saja oleh Presiden, tambahnya. Pengungkapan kasus ini membutuhkan sebuah kemauan, kesungguhan, dan konsistensi politik Presiden yang sangat tinggi, ujar Anam.
Kematian aktivis HAM Munirini harus diungkap secara tuntas dan dunia internasional terus memantau dan mengikuti kasus ini, katanya.
"Karena kasus Munir dua perspektif saat ini. Perspektif pertama adalah soal penegakan hukum yang tidak kelar-kelar. Perspektif kedua adalah bahwa ada pembunuhan yang pembunuhnya berkeliaran, berkuasa dan dibiarkan," kata Anam.
Ketika terpilih, Presiden Joko Widodo menyatakan akan menyerahkan pada proses hukum dan tak akan melakukan intervensi
"Semua kasus akan diperjelas. Diserahkan ke proses hukum yang ada," ujarnya saat itu.
Munir Said Thalib meninggal pada 7 September 2004 dalam perjalanannya menuju Amsterdam, Belanda, karena diracun. Dalam kasus ini mantan pilot Garuda Pollycarpus telah divonis 14 tahun penjara dan kini telah bebas bersyarat setelah menjalani delapan tahun hukuman.
Sementara itu, Muchdi Purwoprandjono divonis bebas oleh pengadilan.