Presiden Iran Ebrahim Raisi, Kamis (4/11) memperingatkan negara-negara Barat bahwa ia tidak akan menerima "tuntutan yang berlebihan" dalam pembicaraan nuklir yang akan dilanjutkan akhir November tahun ini setelah jeda lima bulan.
Sejumlah diplomat hari Rabu (3/11) akhirnya mengumumkan tanggal dimulainya negosiasi baru, pada 29 November, setelah penundaan yang berlarut-larut sejak pemilihan Raisi, seorang ultrakonservatif pada Juni lalu.
Raisi menegaskan lebih lanjut, "Kami tidak akan meninggalkan meja perundingan, tetapi kami juga akan menentang tuntutan berlebihan yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan rakyat Iran."
"Kami tidak akan mundur dengan cara apa pun jika itu menyangkut kepentingan rakyat Iran, tapi akan melanjutkan upaya menetralisir sanksi-sanksi yang menindas termasuk mengambil tindakan untuk mencabutnya."
Raisi berbicara pada sebuah upacara di timur ibu kota, Provinsi Semnan, menandai peringatan pengambilalihan kedutaan AS di Teheran tahun 1979 oleh mahasiswa pro-revolusi Islam, suatu episode yang masih menjadi batu sandungan hubungan kedua negara.
Pembicaraan nuklir, yang ditengahi oleh beberapa mediator Eropa karena Teheran menolak untuk berurusan dengan negosiator AS secara langsung, bertujuan untuk membawa Washington kembali ke perjanjian tahun 2015 dengan Iran yang ditinggalkan oleh mantan presiden AS Donald Trump.
Presiden Joe Biden menyatakan siap untuk bergabung kembali dengan kesepakatan, sementara Iran setuju untuk membatasi aktivitas nuklir miliknya dengan imbalan keringanan sejumlah sanksi.
Akan tetapi kedua belah pihak tetap berselisih mengenai detailnya. [mg/lt]