Presiden Korea Selatan mengatakan komunitas internasional “akan bersatu lebih erat” untuk mengatasi peningkatan kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara, di saat dia berencana mengangkat masalah itu ke hadapan para pemimpin dunia di sidang Majelis Umum PBB minggu ini.
Kekhawatiran mengenai hubungan Rusia-Korea Utara telah berkembang sejak pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan perjalanan ke Rusia pekan lalu untuk menghadiri pertemuan puncak dengan Presiden Vladimir Putin dan mengunjungi sejumlah situs militer dan teknologi terkenal. Para ahli asing berspekulasi bahwa Kim dapat mengisi kembali persediaan amunisi Rusia yang terkuras dalam perang 18 bulan dengan Ukraina dengan imbalan bantuan ekonomi dan teknologi untuk memodernisasi sistem persenjataannya yang menarget Korea Selatan dan Amerika.
“Kerja sama militer antara Korea Utara dan Rusia adalah ilegal dan tidak adil karena bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan berbagai sanksi internasional lainnya,” kata Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dalam tanggapan tertulis atas pertanyaan dari kantor berita The Associated Press sebelum keberangkatannya ke New York untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB.
“Komunitas internasional akan bersatu lebih erat dalam menanggapi langkah tersebut,” katanya.
Dalam pidatonya pada hari Rabu (20/9) di pertemuan tahunan PBB, Yoon akan berbicara tentang penilaiannya terhadap langkah Rusia-Korea Utara, menurut kantornya di Korea Selatan, yang menambahkan bahwa pihaknya sedang mendiskusikan tindakan balasan dengan AS, Jepang dan mitra-mitra lainnya.
Selama di New York, Yoon mengatakan akan mengadakan pertemuan bilateral dengan para pemimpin sekitar 30 negara. Yoon mengatakan dia akan berusaha menggunakan pertemuan puncak tersebut untuk membahas kerja sama bilateral dan menjelaskan harapan Korea Selatan untuk menjadi tuan rumah World Expo 2030 di Busan, kota terbesar kedua di Korea Selatan.
Di saat kerja sama Rusia-Korea Utara dikhawatirkan dapat meningkatkan kemampuan Rusia dalam perang di Ukraina, kerja sama tersebut juga menimbulkan kekhawatiran keamanan di Korea Selatan, di mana banyak pihak berpikir peralihan teknologi senjata yang canggih akan membantu Korea Utara mendapatkan satelit mata-mata yang berfungsi, kapal selam bertenaga nuklir dan rudal yang canggih. Sebagian ahli mengatakan Korea Utara tidak akan menerima bantuan makanan dan uang tunai sebagai imbalan atas pasokan amunisi yang diberikan karena Rusia terus mengamati teknologi senjata tingkat tinggi. [lt/rs]
Forum